Thursday, July 22, 2010

di kota hari ini :)

Rintik Hujan.
Kabut
Denting lonceng.

Beanie.
Payung Berbunga-bunga
Payung kuncup
Payung lemes <- he

Boots perempuan.
Plak-plok-plak-plok

Lampu merah.
Supir Taksi
Oh, Nehi  <-he

Alunan Gitar.
Koin Jatuh.
Aroma daun basah.

Aroma roti hangat.
Hmm... <- duh puasanya jadi batal ga yah?he

Riuh tawa anak-anak sekolah.
Perintah sang guru: "keep going, keep going, keep going!"

:)

Saturday, July 17, 2010

Pastel hangat di bulan Juli..


Hari ini Kamis, 1 Juli 2010.

Hmm…pagi ini para pejalan kaki di sepanjang Collins dan Williams St banyak yang wangi.

Ini wangi parfum-parfum bagus :)

Sebulan terakhir ini,
Parfum-parfum di berbagai gerai perbelanjaan Melbourne didiskon besar-besaran.

Parah!

Lebih murah dari harga parfum di B18, Bazaar Pacific Place Daaan Pasar Tebet sebelum terbakar! He.

Saya pun bisa membeli dua botol parfum favorit saya,
Setelah setahun terakhir menggunakan parfum beraroma ‘emak-emak mau kondangan’. He.

Tak terasa, sudah hampir 2 tahun saya menginjakkan kaki di kota ini, Melbourne :).
Hampir semua orang yang pernah ke Melbourne begitu menyukai kota ini.
Tak terkecuali sepupu-sepupu saya.

***
Kemarin,
Saya bertemu dengan sepupu saya, teman, dan anak-anaknya.

Di Indonesia (dan mungkin di negara-negara lain), bulan Juli adalah waktunya liburan sekolah.
Banyak orangtua ‘tertentu’ pun mengajak anak-anaknya liburan ke luar negeri

Malamnya, kami makan di sebuah restoran
Anak-anak sepupu saya makannya banyak. Banyak sekali. He.

Setelah menghabiskan menu utama dan berbagai cemilan ‘gorengan’
Mereka masih minta dibelikan cake. He.

Ibunya pun protes: “gak boleh ah, adek udah gendut gitu…”
Mereka pun terus memohon.

Ibunya pun luluh:
“yaudah, dibeliin, tapi gak boleh dihabiskan sendiri yah, makannya harus rame-rame, bagi aunty ima!” <- (dalam hati saya berkata: asiiiiiiik he)

Tak berapa lama,
Sepupu saya pun membawa kedua anaknya melihat-lihat cake.
Mereka pun kembali ke meja dengan membawa dua potong cake dengan banyak sendok. He.
Sendok untuk mereka, teman mereka, ibunya, teman ibunya, dan saya.

Dua kue dengan banyak sendok. <- untuk mencegah obesitas pada anak-anak He.

Cheese cake dan chocolate cake.
Yumm..

Homemade…
Yumm…

Sepertinya sendok saya lebih aktif bergerak dari dua sendok keponakan saya yang harus diet..hehe.
Enak sekali, apalagi sendok kami saling beradu! He..

***

Malam itu , suhu Melbourne cukup dingin
7 Derajat.
Selesai makan, saudara saya langsung pulang ke apartemen mereka .
Sementara saya kembali ke rumah

Ketika turun dari tram,
Saya melihat wajah sepasang suami-istri yang familiar.

Itu kali pertama saya melihat mereka di kawasan Brunswick.

Biasanya saya Cuma meilhat mereka setiap kamis pagi di Collins St.
Ketika saya bekerja membagikan majalah.

Mereka salah satu pasangan favorit saya. He.
Saya ingin menyapa tapi takut mereka tidak mengenali saya.
Lagian saya kan cuma pembagi majalah gratisan.

Seharusnya di sini, saya tidak perlu mengkhawatirkan perbedaan kelas.
Tapi saya terlalu lama besar di masyarakat pemuja kelas,
Dimana kelas sosial ‘selalu’ menentukan ‘siapa yang perlu disapa’ dalam kehidupan bermasyarakat.

Hingga pasangan itu spontan menyapa: “hey, you live here?”

Saya pun tersenyum dan mengobrol sebentar.
Senang rasanya disapa oleh pasangan favorit saya :)

Saya pun meneruskan berjalan menuju rumah saya.

Ketika melintasi Davies St, saya terkejut melihat seseorang: “Duh, nenek itu lagi!”

Berjalan tertatih-tatih di tengah dingin.
Saya pun takut.
Bukan karena mendadak melihat nenek-nenek di tengah gelap.
Tapi karena nenek itu selalu ditemani seekor anjing di sisinya. <- He, saya takut anjing,kucing, semua mamalia,he

Itu ketiga kalinya saya melihat nenek itu.
Tubuhnya ringkih,
Sedikit bungkuk dan miring.
Miris rasanya, selalu melihat sang nenek berdiri di tengah dinginnya malam.
Tapi mungkin dinginnya udara tidaklah semenusuk dinginnya suasana rumah.

Setidaknya, itulah yang saya pahami.
Karena latar belakang suasana rumah keluarga saya yang terlalu hangat.
Hangat hingga seringkali “PANAS”. He.

Sejak kecil, saya, kakak, dan adik saya terbiasa dengan pertengkaran orang tua.
Mereka sering kali bertengkar.
Hingga ketika mereka tak bertengkar, kami pun heran dan bertanya-tanya. He

Mungkin pernikahan memang tidak hanya diwarnai dengan segala sesuatu yang manis tapi juga pahit.
Itulah yang saya tahu dari berbagai kejadian yang ‘seharusnya’ (tidak perlu saya lihat).

Ketika orang tua saya bertengkar,
Kakak laki-laki saya akan mengambil sepeda dan bola basketnya untuk pergi meninggalkan rumah.
Adik saya yang kecil akan mengurung dirinya di kamar.
Berusaha menyembunyikan kupingnya di balik bantal ataupun selimut.

Adik saya suka sekali menonton acara konsultasi dengan para psikolog di televisi.

Adik saya bilang: “kak ima, jangan suka lihat abah mama berantem, kata psikolog, anak-anak gak boleh dengar pertengkaran orang tua!”

Tapi, saya selalu memilih menyaksikan orangtua saya bertengkar,

Toh, jika saya berusaha bersembunyi,
Saya pun masih akan mendengarnya.
Rumah kami tidak cukup luas untuk tidak mendengar pertengkaran.

Saya pun memilih mengintip dan menyaksikan pertengkaran kedua orang tua saya.

Mereka selalu bertengkar karena ‘hal kecil’,
Seringkali saya marah dengan ulah ibu saya dan kasian pada bapak saya.

Karena Ketika mereka bertengkar, saya selalu melihat bapak saya mengungkapkan alasan-alasan yang logis dan benar <- menurut ‘akal’ saya

Setelah pertengkaran berakhir,
Saya akan melihat bapak saya pergi meninggalkan rumah,
Sementara ibu saya akan menangis.
Menangis seperti anak kecil.
Seperti adik saya dibalik selimutnya.

Ingin rasanya saya mengejar bapak saya yang saya anggap ‘tidak bersalah’ hampir pada setiap pertengkaran.

Tapi keinginan itu seringkali tertahan, karena saya tahu setiap kali mereka bertengkar,
Ibu saya akan menangis setelahnya.
Lalu menatap saya dan berkata: “Ima, Jangan tinggalin mama ya”.

Mungkin itu sebabnya saya tidak pernah merasa pantas untuk memimpin,
Karena dalam beberapa kesempatan,
Seringkali hati saya lebih menentukan dari apa yang pikiran saya ‘benarkan’.

Meski akal saya selalu membela bapak saya, seringkali saya memilih untuk diam di rumah.
Menemani ibu saya menangis


Setiap kali menemani ibu saya menangis,
Saya tidak paham (dan tidak bisa memahami) apa yang sedang ibu saya pikirkan,
Saya tidak paham apa yang ia rasakan.
Yang saya pahami, ketika Ibu saya menangis, saya pun ingin menangis (dalam hati).

***

Malam itu,
Musim Dingin,
Gelap,

Hati saya pun menangis.
Melihat sang nenek.
Bengong.
Seorang diri.
Entah dimana keluarganya.

Saya lantas meneruskan berjalan menuju rumah.
Terlalu larut dan dingin
Saya ingin tidur lebih awal agar tidak terlambat bekerja membagikan majalah ke-esokan harinya.

***

Kamis pagi,
Saya bangun kesiangan,
Saya berlari terburu-buru menuju tram stop.
Untung pas dengan tram melintas.

Sesampainya di Collins St,
Saya langsung bergerak membagikan majalah.
Tapi pikiran saya tidak bisa berhenti membayangkan cheese cake semalam.
Ya, saya lapar. He.

Cheese cake.
Lembut.
Adonan Keju.
Diatas adonan biscuit.
Lalu dilapisi strawberry dan larutan gula.
Yummm…

Sepanjang bekerja, saya tidak bisa berhenti memikirkan cheese cake
Hingga saya membayangkan untuk berbelanja bahan-bahan cheesecake di supermarket < -he, saya benar-benar lapar .

Saya berniat, suatu hari nanti, saya harus membuat cheesecake.

Berbelanja bahan-bahannya di supermarket.
Dan menikmatinya bersama dengan housemates saya.
Sepiring cheesecake dengan banyak sendok.

Seperti pengalaman semalam,
Begitu berkesan, karena ada banyak sendok di situ. he

Entah kenapa,
Saya pun teringat sang nenek di Davies St.

Oh, saya pun ingin mengajak dia.
Agar semakin banyak sendok yang bisa digunakan untuk menikmati cheese cake
Semakin enak jika semakin berebut potongan kue:P

Oh, cheesecake, cheesecake.
Aduh, saya benar-benar lapar!

Sial, saya tidak membawa tas pagi ini
Saya juga tidak membawa dompet,
Tadi pagi saya terlalu terburu-buru,
Untunglah tiket tram masih tertinggal di saku jaket saya.

Saya tidak sabar ingin cepat pulang.
Saya akan makan makanan apapun yang ada di rumah.
Nasi campur bawang goreng pun jadi
Lapar luar biasa. He.

Hey, itu ada mba Indri, hendak melintas.
Saya pun tersenyum; “Yes, saya bisa pinjam uang!’ he.

Mba Indri, housemate saya sewaktu tinggal di King St.

Setiap hari, sekitar jam 8.30 pagi, mba indri berangkat kerja,

Setiap kamis pagi pun, Ia akan berpapasan dengan saya yang membagikan majalah di perempatan Collins dan Williams st.

Mba Indri jarang mengambil majalah saya.
Tapi Ia rajin menyapa.
Ramah :)

Pagi itu, seperti biasa, mba indri mengucap salam.
Saya pun membalas salam mba indri.

Tak biasanya, mba Indri membawa sebungkus plastik putih.
Ia lantas menyodorkan plastik itu kepada saya: “ini aku bawain pastel, masih anget buat kamu, maaf yah Cuma bisa bawain pastel!”

Mendengar kata “pastel hangat” dari bibir mba indri, saya langsung tersenyum <-kalau perut saya bisa tersenyum, mungkin ia akan tersenyum lebih lebar, he

Seketika saya pun lupa akan niat saya semula untuk meminjam uang


Karena…
Terlanjur suka dengan pastel hangat
dari
seseorang yang selalu bersikap hangat :)
Yumm ….

Makasiii mba In baiiiiiiiiiiiiiiiiiik :)


Thursday, July 15, 2010

beauty case

Suatu hari di bulan May,
Di tengah kebosanan belajar

Saya berjalan-jalan sebentar keluar rumah.
Cari angin segar.

Rupanya hari itu adalah “Dumping Day”
Hari dimana warga setempat bisa membuang barang-barang tidak terpakai.

Di luar sana saya melihat banyak kasur, computer, tv, sofa, dan berbagai perabotan lainnya.
Masih bagus tapi sudah tidak terpakai.

Hingga saya berhenti ketika saya melihat sebuah kotak hitam berkaca.

Itu Beauty Case!!!

Ah, sudah lama saya tidak melihat kotak seperti itu.

Sewaktu kecil saya biasa menyebutnya “Byuti kis”…Hihihi.

Dulu saya biasa melihatnya di meja rias ibu saya,
Tante-tante saya,

Juga
Nenek saya,

Para pesolek sejati :P
Dengan berbagai beauty case mereka yang cantik :)


Saya pun mendekat memperhatikan beauty case itu,

Hmm…masih bagus.
Terbuat dari bahan yang solid.
Kacanya masih bagus.
Fungsi penguncinya pun masih berfungsi dengan baik.

Beauty case!

Entah kenapa hari itu ia tergeletak di atas rumput.
Dibuang oleh sang pemilik.

Mungkin sang pemilik sudah memiliki beauty case baru.
Yang lebih bagus :)

Untuk di isi dengan berbagai kosmetik,
Sebut saja lipstick, eye shadow, bedak, foundation, eye liner, mascara, pinsil alis, bulu mata palsu,

gigi palsu he, minyak wangi, atau minyak-minyakan…hihihi <-“ tau dong beauty case siapa yang ada minyak2nya haha”



Beauty case yang cantik,
Tergeletak begitu saja di luar sana,
Sementara hal-hal cantik yang biasa mengisinya tetap melekat dalam ingatan saya :)

Meski dulu biasa saya lihat dengan kurang ikhlas.

Karena…

“Im, ambilin lipstick mama dong!”

Lantas:

"Bukan yang ini…yang warna satu lagi… yang nomor….."

Kemudian:

“eh yang tadi aja deh Im!”


UGH! BEAUTY CASE!!!! :P