Friday, March 12, 2010

souvlaki

Kemarin,
sepulangnya membagikan majalah.
Saya naik tram 19 menuju Sydney Road
Saya berniat ke supermarket paling dekat dari rumah.
Barkly Square.

Di Tram pun saya membaca sebuah buku,
Sebuah wajah lalu tampak di tengah halaman buku saya..


Rupanya seseorang menunduk ke tengah buku saya dan bertanya: "hey..boleh saya tahu judul buku yang kamu baca!"

Saya pikir ia mau berkata : "Cii Luuuk Baaaaaaaaa!"

Mengingat wajahnya tiba-tiba saja hadir, menutupi buku di pangkuan saya.


Tapi rupanya ia menanyakan judul buku yang saya baca.
Sedang serius membaca, saya pun tidak berkata apa-apa dan menunjukkan cover buku saya ke mukanya.

Ia lalu membaca dan mengangguk.
Seorang perempuan yang juga bekerja membagikan majalah.
Saya tahu karena ia masih mengenakan topi bertuliskan "city weekly"<- nama majalah yang dibagikan setiap kamis pagi.

Sepertinya juga orang Indonesia.
Tapi saya tidak berkata apa-apa...karena saya sedang serius membaca.
Saya berlaku tidak ramah dan cuma berkata dengan gerak-gerik saya.

Kemarin,
saya lupa membuka rompi merah 'city weekly' yang biasanya cuma saya kenakan saat membagikan majalah.
Mungkin karena terburu-buru mau pulang, saya lupa melepasnya.
Mungkin karena rompi itu lah, perempuan di depan saya mengenali saya sebagai sesama pembagi majalah dan menyapa.


Tapi sayang,
saya sedang terlalu serius membaca hingga lupa bersikap ramah.

saya pun kembali meneruskan membaca.
Hingga saya sadar, perempuan di depan saya pun bergegas turun.
Saya pun melirik stop di sisi kiri jalan:
"yah...kok udah sampai stop 25...kan gue mo belanja dulu di stop 20...kacruut kelewatan!"


Saya pun turun dan berjalan menyusuri Sydney Road
menuju supermarket terdekat.

Di tengah jalan,
saya merasa lapar.
Tapi kebanyakan restoran di Sydney Road belum buka.

Hingga saya melihat sebuah tempat makan bernama **** *****
Sebuah restoran Yunani.
Saya pun masuk dan melihat tulisan SPECIAL: SOUVLAKI 5 DOLLAR!

Sebenarnya saya sedang ingin makan seafood,
tapi di restoran itu tidak terlihat bahwa bahan makanan sudah siap.
Mungkin masih terlalu pagi.

Saya pun bertanya pada seorang bapak di dalam restoran: "hai...restoran ini udah buka belum?"
Dia bilang: "sudah..kamu mau pesan apa?"

Melihat restoran masih kosong,
sementara tulisan 'spesial' sudah termpampang disana, saya pun menunjuk tulisan itu:
"Hmm..saya mau itu...Souvlaki!"


Lalu sang bapak pun bertanya dalam bahasa inggris yang saya kurang paham: "do you want &^**^&%, *&(&^%$#, *(&%^^%&, and garlic sauce?"

Ia bertanya tapi tidak terdengar jelas.
Saya pikir mungkin Ia gagap.
Atau mungkin bahasa inggrisnya kurang jelas.
atau pendengaran saya yang bermasalah
Entahlah

Saya pun menjawab: "Yes!"


Ia pun mulai memasak.
Saya melihat Ia memanggang roti.
Mengoleskan saus.

Dan saya pun bertanya: "souvlaki itu isinya apa aja?"

Ia bilang: "lamb and chicken..dan sayur2an...dan garlic sauce! very healthy!"

Kali ini ia berkata dengan bahasa inggris yang bisa saya mengerti.
Oh mungkin ini yang tadi ia tanyakan.

Ketika menunggu, Ia bertanya: " apa nationality kamu?"

Pengalaman saya di sini, menanyakan 'nationality' adalah sebuah pertanyaan yang lazim.
Mungkin karena penduduk di sini berasal dari berbagai teritori di belahan dunia.

Ketika mendengar jawaban saya, Ia lantas mendebatkan kebangsaan saya.
Dia bilang saya tidak sedikitpun merepresentasikan Indonesia.
Dia lalu bertanya: "apa orang tua kamu dari Eropa?"

Saya bilang: "enggak!"
Dia bertanya lagi: "kakek-kakek kamu?"

Saya bilang: "enggak!" *Seandainya dia tahu Buyut saya anak Siak, Melayu dan anak Kwitang, Jakarta, he*

Berhubung saya sedang membaca buku tentang teori-teori 'nations',
saya pun ingin sedikit membahas tentang konstruksi nations.He

Tapi ia lantas mengomentari bibir, hidung, dan kulit saya dan mengaitkan dengan sebuah bangsa di Eropa.

saya pun mengurungkan niat saya.
Entahlah, saya tiba-tiba tidak merasa nyaman : "lama amat sih souvlakinya!"

Ia lalu bertanya: "How long have you been here?"

Saya bilang: "hmm.. 1,5 taun"


Dia: "How old are you? You must be very young! i think you're under 20.."


Aduh, jelas-jelas muka gua boros..tuwak: "hmm..dibanding kamu sih saya young...he!"

Dia: "jadi umur kamu berapa?"

Saya: "25"

Dia lalu menaruh telunjuk di depan bibirnya dan berkata : "ssstt...kalau orang tanya jangan bilang kamu 25..bilang aja kamu 19!"

*hmm..sepertinya sudah 19 menit saya menunggu di situ..*


Ia bertanya lagi: "are you student? how long are you gonna be here?"

Saya bilang: "iya student...hmm..september nanti saya udah gak di sini lagi!"

Ia berkata: "live here! Australia is a good country! ngapain balik ke negara kamu? di sini kamu bisa dapat uang yang banyak dan kehidupan yang lebih baik! saya aja ga mau kembali ke Negeri saya"

Saya: "emang sih tinggal di Australia enak... tapi kan keluarga saya di Indonesia!"

Dia: "bawa aja mereka ke sini... berapa banyak keluarga kamu? kakak kamu brapa? adik kamu brapa? bawa mereka ke sini..mereka pasti suka! hidup di sini lebih enak!"

Saya terdiam...

(hmm...ibu saya memang ingin saya kerja di sini..menetap di sini... karena ibu saya pun sudah penat di Jakarta...tapi saya yakin ia akan sering menangis kalau di sini..karena saya tahu ia tidak suka suasana sepi...apalagi bulan Ramadan disini benar-benar hampa)


Si pemilik restoran lalu membuyarkan lamunan saya: "Kok saya belum pernah melihat kamu yah sebelumnya? Kamu tinggal dimana?"


Saya (gabisa nahan lapar): "Souvlakinya masih lama?"


Dia lalu mengecek roti di panggangan.
membolak-balik.
dan mencuci beberapa sayuran.

Melihat sayuran-sayuran hijau, Saya spontan bereaksi ketika melihat ia memasukkan suatu jenis sayuran berwana merah : "eii....jangan pakai tomat yah!"


Dia: "oh kamu ga suka tomat?" anyway, kamu kerja gak disini selain sekolah?"


Entah kenapa kali itu saya spontan menjawab "enggak!"
Mungkin karena terlalu lapar saya jadi malas berbincang-bincang.
Padahal pagi itu, saya baru saja bekerja membagikan majalah.

Dia lalu bilang: "kerja di sini aja, gimana kamu mau?"

Saya pun bilang: "wah makasih..tapi saya lagi harus banyak belajar .."

Dia: "tapi kan kamu ga mungkin tiap hari liat buku 24 jam...kalau kamu bosen..kesini aja datang 2-3 jam sehari...kerja di sini!'

Saya: "Hmm makasih...tapi nanti deh ..mungkin bulan Juni kalau udah gak ada kuliah..saya coba coba kerja di sini .."

Dia: "kenapa bulan Juni? kalau kamu mau..hari ini kamu bisa kerja sini...gampang kerja di sini..kamu bisa belajar masak masakan yunani..kalau kamu bisa masak masakan Indonesia itu lebih bagus..jadi nanti kamu bisa masakin saya masakan Indonesia"

Saya: "emangnya kamu mau pensiun? kok nyari pegawai?"

Dia: "saya tetap di sini...tapi kan bagus kalau kamu bisa dapet uang saku tambahan! bagaimana? datanglah ke sini..kalau kamu bosan belajar...kerja dua-tiga jam sehari juga gapapa"

Saya cuma tersenyum.

Dia: "oiya...kamu berapa bayar rent rumah kamu? kamu tinggal sama siapa? saya masih punya kamar kosong di sini..saya bisa sewakan ke kamu.. 50 dollar per week.. kamu bisa relax kalau tinggal di sini...terserah kamu mau ngapain...!"

Semakin lapar, saya pun meminta souvlaki saya: "hmm..saya baru aja pindah...capek ah pindah lagi..udah enak lagian tinggal saama students.."

Dia bertanya: "berapa kamu bayar di sana?"

Saya: "murah banget kok...350 per month..."

Dia lalu berkata: "mahal...kalau tinggal di sini kamu bisa menghemat...dan kamu bisa kerja juga di sini!"

Saya : "makasi..tapi saya pamit yaa.. nanti kalau ada teman laki-laki yang cari tempat saya rekomen deh kamar kamu!"

Ia lalu tertawa: "Ha...nice to see you...sering2 ke sini yah ...!"


***


Entah apa bapak itu memang ramah atau baik.
Atau saya saja yang kurang merasa nyaman saat seseorang terlalu ramah.

satu hal yang pasti: saya tidak akan kembali ke situ lagi! he

Masak sama ngobrol..lamaan ngobrolnya.. pantas saja dia butuh pegawai..


PS: Ada yang mau kerja di situ?

No comments:

Post a Comment