Friday, February 05, 2010

t e r l a m b a t :(











Hari ini saya membaca tulisan Dira,

Alumni Melbourne Uni yang baru saja pulang ke Jakarta Januari lalu.

Seminggu lalu Dira bilang : “Kangen Melbourne, Jakarta bikin STRESS!”


Hari ini, Dira bercerita mengenai pengalamannya naik ojek di Jakarta.

Membuat jantungnya berdegup kencang

Membuatnya berteriak-teriak.

Mengerikan,

Mendorong Adrenalin 100 kali lebih besar dari salah satu wahana di Movie World, kata Dira.


Setelah sampai tujuan dengan selamat *fiuh*,

Dira akhirnya turun dengan tertawa.

Tersenyum Lepas :D

Telah melewati: “wahana pemicu adrenalin dengan selamat” :P


Ojek! Salah satu Romantisme Jakarta <- Kata Dira


Menegangkan tapi menyenangkan.

Menantang bahaya tapi pada akhirnya berhasil membuatnya tersenyum

Ojek!


Dira lantas menutup tulisannya dengan berkata: “It doesn’t take long for you to love home

***


Tulisan Dira pun dikomentari banyak Mahasiswa Indonesia di Melbourne,

Salah satunya, Idola saya, Mba Zubaidah Ningsih :D

Berikut komentar Mba Zubeth:

“2008: Zubeth jalan-jalan ke Movie World untuk naik Batwing. Di Australia, untuk menantang maut ZUbeth harus bayar, dan tentu saja terjamin kemanannya , wong Cuma permainan”


“2009: Zubeth pulang ke Flores, naik truk tanpa sabuk pengaman bersama sekelompok ibu-ibu yang pulang dari pasar. Kondisi dasar truk bolong-bolong dipenuhi tumpukan barang seperti karung beras, kelapa, pisang, tong aspal, ayam, dsb. Truk pun dikemudi oleh seorang remaja berusia tak lebih dari 17 tahun. Ngebut tak karuan di jalanan yang sempit, gunung di kiri, jurang di kanan. Zubeth bayar murah, tak ada jaminan Zubeth selamat”


“Tapi, di Batwing orang tak berjuang untuk hidup, di Flores ibu-ibu tetap tersenyum walau kaki tergencet, bau keringat semerbak, tangan kaku memegang barang seraya berpegangan ke truk supaya tak jatuh tapi mereka masih sempat terkekeh dan berkata: “nona, ini kita sebut ombak darat le..di jawa tak ada ko”


Zubeth menutup komentarnya dengan berkata: “bersyukurlah dimanapun kita hidup, jangan takut kesengsaraan yang sekejap, ada banyak mereka yang harus berjuang menabahkan hati tiap hari bergumul dengan sengsara. Jika tanganmu kuasa, ubahlah kesengsaraan itu”

:)

***

Tadi pagi

Saya berlari menuju perempatan Collins dan Williams St.

Ini hari favorit saya, kamis pagi!

Saatnya membagikan majalah !

Ketika melintasi Nandos King St,

Saya melihat seorang perempuan setengah baya termenung menatap tong sampah.

Ia mengenanakan kaos dan celana abu-abu.

Sudah lusuh.

Terlalu lusuh.

Rambutnya pun tidak tersisir.

Entah sudah berapa lama dibiarkan begitu

Ia bengong dengan tatapan kosong; Menatap puntung rokok di sisi tong sampah.

Saya pun terus berlari melintasinya begitu saja.


Ketika hampir sampai di Ujung jalan,

Saya kembali menatap ke belakang.

Perempuan itu masih saja bengong di sana.

Tidak bergerak.


Sementara di depan saya,

Berdiri seorang perempuan membagi-bagikan majalah.

Seperti saya, Ia membagi-bagikan majalah di Perempatan di CBD.

Tempatnya bertugas Hanya berbeda beberapa blok dari pangkalan saya.

Sepertinya Ia ‘orang baru’,


Biasanya seorang laki-laki lah yang berjaga di sini.

Kali ini seorang perempuan Indonesia.

Tidak menyadari bahwa saya juga melakukan pekerjaan yang sama, Ia pun menyodorkan majalahnya ke saya.


Ah, dia sudah mulai membagikan majalah.

Saya pun mempercepat laju lari.

Hingga sampai di perempatan Collins dan Williams St.

Ini pangkalan saya.


Saya melirik jam di HP saya: “ah sudah pukul 7.10”

Saya terlambat 10 menit.


jam 7 lewat 10.

Saya langsung bergerak.

Membagi-bagikan majalah.

Aduh, ada bapak itu melintas.

Saya langsung pura-pura sibuk!


Setiap minggu,

Ada seorang bapak yang mengambil majalah saya.

Tidak seperti pejalan kaki yang lain, Bapak ini senang sekali berbicara.

Terlalu banyak berbicara,

meski Ia tahu saya punya tanggung jawab untuk menghabiskan majalah saya.


Pertama kali melihatnya,

Saya tentu membagikan majalah dengan tersenyum.

Ia pun tersenyum dan bertanya: “kamu dari mana?”

Saya jawab: “Indonesia”


Ia lantas berkata: “Oh, Indonesia, saya punya banyak sekali teman di Indonesia! Teman-teman Indonesia saya selalu tersenyum!

Saya: “Oh ya? Hmm..Orang Indonesia memang suka senyum kalau liat bule!”


Bapak bule: “Kamu pelajar yah? Semua yang bagiin majalah di blok-blok CBD kan pelajar Indonesia yah? Di Bourke St Pelajar Indonesia, Di Willliam St Pelajar Indonesia, Di Queen, King, dan Collins St juga pelajar Indonesia, hampir semua blok kebanyakan perempuan Indonesia. Semunya senang tersenyum.

Ia terus saja berbicara.

Saya pun terus membagikan majalah sambil mendengarkan si bapak ‘mengoceh’ tentang perempuan Indonesia.


Seminggu kemudian,

Ia kembali melintas.

Oh saya malas, Ia pasti akan mengajak ngobrol ngalor ngidul.

Benar saja.

Ketika melintas, Ia bertanya: “Indonesia?” We talked last week, Remember?

Saya (pura-pura lupa): “oh ya?”

Beruntung ketika Ia berbicara, banyak pejalan kaki melintas,

Saya pun pura-pura sibuk hingga Ia pergi begitu saja.

Lama-lama saya pun hafal dengan gerak gerik si bapak ini,


Setiap minggu Ia akan mengambil majalah dari tangan saya.

Tapi rupanya Ia bukan pejalan kaki yang biasa melintas untuk pergi ke suatu tujuan.

Ia sengaja hanya ingin ‘mengoceh’

Sementara pejalan kaki lain menyeberang untuk terus meneruskan perjalanan, Bapak ini menyeberang hanya untuk mengambil majalah.


Ia selalu kembali menyeberang ke arah balik setelah menerima majalah dan tentunya selepas ‘mengoceh’


Dan pagi ini,

Saya kembali melihat si bapak di lampu merah hendak menyeberang.

Saya pun melirik kanan-kiri: “Sial, Cuma ada satu penyeberang”

Saya tidak bisa menghindar dengan berpura-pura sibuk.


Ketika sampai di pangkalan saya,

Seperti biasa ia berkata: “Indonesia?”

Saya menggangguk.

Ia mulai dengan kalimat favoritnya: “saya punya banyak teman di Indonesia”

Dalam hati saya berkata: “Gua udah hafal!”

Si bapak pun berkata: “Orang Indonesia selalu tersenyum”

Saya pun spontan CEMBERUT,.. *haha…sebel abisan*

Ia pun mulai melangkah pergi,

FIuh…


Baru dua langkah, Ia kembali ke arah saya dan berkata: “saya punya teman Indonesia, yang gajinya cuma 30 d0llar”

Saya tertegun: “Heh? Maksudnya? *Maksudlo gue? gaji sekali membagikan majalah memang 30 dollar.. tapi …sejak kapan kita temenan?!*

Ia pun menjelaskan: “teman saya kerja di Yogyakarta, 6 days a week, long hour, Cuma dibayar 30 dollar! Gila..saya cerita sama teman-teman di sini dan mereka bilang itu gila… tapi teman saya yang Indonesia itu selalu tersenyum!”

:)


***

Jam 8.30 Teng!

Majalah saya habis,

Hari ini saya selesai lebih lambat.

Karena Saya lemas dan mengantuk.

Semalaman saya membaca, membaca, dan membaca bahan thesis.

Bosan :(


Saya tidak suka mengerjakan thesis.

Dari sejumlah mahasiswa yang mengerjakan thesis, saya lah yang paling lamban :(

Mahasiswa-mahasiswa lain membuat proposal hanya sekali.

Saya lima kali! :(


Selesai membagikan majalah,

Saya berjalan ke arah pulang.

Mau kembali mengerjakan thesis

Bosan !

Tapi harus dikerjakan .


Di sisi jalan,

Saya lihat toko “cup cake bakery” baru saja buka

Oh saya suka melihatnya,

Lucu Penuh Warna :)

Yumm….


Tapi pagi ini saya lupa bawa dompet

Saya pun Cuma bisa menatap dari luar …


Ketika berjalan melintasi perempatan King dan Collins St,

Saya melihat perempuan pembagi majalah yang tadi pagi saya lihat: “Oh dia belum selesai..padahal ini sudah jam 9 lewat!”

Ia pun lantas memberikan majalahnya pada saya.

Saya menerima majalah dan memilih membaca di tempat duduk tak jauh dari situ.

Sambil membolak-balik majalah, saya memperhatikan sang pembagi majalah bekerja.


Jam 9.20

Ia masih berdiri tersenyum dengan tumpukan majalah di genggamannya.

Tak jauh dari tempatnya berdiri, saya melihat satu bundle majalah belum dibuka.

Oh, ia masih punya 100 majalah lagi di sana :(

Tapi Ia masih berusaha menawarkan majalah kepada para pejalan kaki

Menawarkan majalah sambil tersenyum :)


Ketika seorang wanita muda melintas dan menolak majalahnya, Ia tersenyum.

Ketika seorang laki-laki dengan kaca mata hitam norak berlabel “GABBANA” menolak majalah yang Ia sodorkan, Ia masih tersenyum. :)


Entah ia butuh waktu berapa lama untuk menyelesaikannya,

Tapi saya yakin Ia pasti bisa menghabiskan tumpukan majalah itu.


Jam 9.30,

Saya pun melangkah pulang.


Ketika melangkah balik saya melihatnya masih berdiri di tempatnya sambil tersenyum :)

Saya pun ikut melangkah dengan tersenyum :)


Kelak, Saya pasti bisa menyelesaikan beban thesis saya.

Meski saya tidak secepat yang lain ...

No comments:

Post a Comment