Thursday, December 24, 2009
Tidak Pernah Putus
Saturday, December 19, 2009
Sekolah Kehidupan
Hari ini hari Kamis
Seperti biasa, saatnya membagi-bagikan majalah di Melbourne CBD setiap jam 7 pagi
Dari tempat tinggal saya yang baru, saya hanya perlu berjalan 2 blok.
Tidak sampai 10 menit.
Jam 6.45 saya pun telah siap meninggalkan apartemen.
Sebelum berangkat, Saya memasukkan botol jus ke dalam tas.
Ketika saya baru melintasi Bourke Street
Saya mengecek jam di hp yang saya letakkan di tas.
Ah, saya baru sadar, botol jus tidak tertutup rapat.
Air jus pun menggenangi tas saya.
Belum lagi buih-buih kuning butiran jeruk yang mengotori tas saya.
Seluruh isi tas saya pun basah dan kotor

Ah! Jorok!
Saya mengamankan HP dan dompet saya.
Membuang Botol Jus.
Menyempatkan membersihkan tas dan seragam saya sebentar.
Tapi masih terlalu kotor.
Saya pun tidak punya banyak waktu, karena seharusnya jam 7 saya telah tiba di Perempatan Collins dan Williams St
Tepat jam 7 pagi,
Biasanya akan ada sepasang suami istri imigran Itali melintasi perempatan tempat saya bertugas
Mereka selalu mengambil majalah saya.
Bukan hanya satu, tapi sekali banyak.
Sangat membantu meringankan pekerjaan saya :)
Pagi ini,
Ribet membersihkan tas saya sepanjang perjalanan,
Sepertinya saya akan terlambat sampai tempat tujuan,
Mungkin saya tidak akan bertemu pasangan itu
Saya akan butuh waktu lebih lama dari biasanya dalam membagikan majalah.
Ah itu mereka berjalan jauh di depan saya.
Saya pun berlari secepat mungkin agar bisa melampaui mereka
Saya tidak boleh kehilangan kesempatan memberikan majalah pada mereka,
Beruntung saya sempat menyapa pasangan ini ketika mereka melintas.
Seperti biasa, mereka pun mengambil puluhan majalah :)
Ah saya haus,
Tapi persediaan minum saya sudah sudah terbuang mengotori tas baru saya :(
Saya pun lapar.
Saya belum sempat sarapan.
Di seberang kiri ada Mc Donald.
Di seberang kanan ada Subway.
Ingin rasanya berjalan sebentar ke sana
Tapi di dompet saya sedang tidak ada uang tunai.
Saya pun tidak yakin ATM saya ada isinya. He.. :p
Ah saya tahan saja sampai saya selesai membagikan majalah.
Toh saya lagi pengen makan yang manis-manis.
Sejak kemarin saya sedang ingin makan coklat.
Di rumah saya punya roti, susu dan selai coklat :)
***
Rupanya, tumpahnya jus jeruk pada tas baru saya,
Mempengaruhi mood saya,
Hari ini saya tidak terlalu ceria.
Pekerjaan ini jadi terasa berat.
Saya pun berkali-kali merasa kecewa karena banyak orang menolak majalah yang hendak saya berikan.
Jika biasanya saya masih bisa tersenyum ketika ditolak oleh mereka yang melintas,
Entah kenapa pagi ini saya merasa tidak dihargai.
Kemarin-kemarin
Ketika ada kalanya saya merasa tidak dihargai.
Saya cuma bisa diam.
Entah kenapa saya tidak pernah berani mengeluh ketika saya merasa tidak dihargai.
Mungkin karena saya sadar saya pun seringkali lupa bagaimana pentingnya menghargai
***
Sewaktu bekerja di channel berita, saya terlatih melakukan sesuatu yang kini menjadi kebiasaan.
Saya bisa berkomunikasi dengan orang tanpa melihat atau menatap lawan bicara saya.
Dulu, pekerjaan saya menuntut saya untuk selalu fokus menatap 2 komputer ketika bekerja,
Saya tidak boleh luput memperhatikan rundown show dan mengecek materi berita
Sementara saya selalu suka mengobrol dan bercanda ketika bekerja.
Akibatnya, saya pun terbiasa mengobrol tanpa menatap lawan bicara saya
Sayangnya, kebiasan ini seringkali terbawa saat saya tidak bekerja.
Saya seringkali lupa bahwa kebiasaan ini bisa membuat orang merasa tidak dihargai.
Manusia
Selalu ingin dihargai
Tanpa berusaha menghargai.
Mungkin memang tidak sadar, tidak tahu caranya, ataupun lupa
Manusia.
***
Mau tidak mau, saya pun meneruskan pekerjaan saya.
Mencoba memberi majalah.
Tapi terlalu banyak orang yang menolak.
Hmmmh….. :(
Kalau abah saya tahu saya di sini bekerja membagi-bagikan majalah
Pasti dia marah luar biasa
Gengsi begitulah.
Atau mungkin dia khawatir bekerja bisa menganggu studi saya.
Sewaktu sekolah dulu, setiap kali saya mau mencari penghasilan tambahan,
Abah saya tidak pernah mendukung.
Ia selalu berkata: “Abah yang cari uang, tugas Ima Cuma sekolah”
Tapi saya suka sekali pekerjaan ini,
Saya selalu suka berinteraksi dengan manusia
Dan sepertinya ini kesempatan yang bagus untuk belajar banyak dari kehidupan
Semoga Abah tidak akan marah
Toh saya tetap sekolah,
Sekolah di Sekolah Formal dan Sekolah Kehidupan :PpP~
***
Ah tumpukan majalah saya masih 3 bundel.
Saya sedang tidak bersemangat.
Saya kesal, haus juga lapar.
Tapi saya harus tetap di situ.
Dari kejauhan, saya melihat Susan tersenyum pada saya.
Susan adalah bos para pemberi majalah.
Seorang perempuan paruh baya yang mengelilingi setiap blok di kawasan CBD
Setiap Kamis pagi,
Ia berkeliling sambil mendorong kereta belanja.
Untuk mengecek kami yang bertugas membagikan majalah.
Orangnya hangat sekali.
Ia selalu tersenyum,
Menyapa,
Menyempatkan berhenti sebentar.
Dan tidak pernah lupa mencium pipi saya
Entah kenapa saya merasa Ia memperlakukan saya seperti seorang Ibu memperlakukan anaknya.
Baik sekali. :)
Pagi ini, Ia pun menyapa saya yang sedang tidak bersemangat,
Melihatnya tersenyum, saya pun ikut tersenyum.
Seperti biasa Susan menyapa dengan hangat.
Ia pun memberitahu:
“Ini minggu terakhir bekerja Tahun ini karena libur Natal dan Tahun Baru, kita akan kembali lagi pada 14 Januari 2010, daaan….. sebentar ya…”
Susan lalu membungkuk sedikit.
Ia merogoh sesuatu dari kereta belanjanya.
dan berkata: “I have something for you…and I hope you like chocolate”
Saya pun tersenyum lebar.
tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan:
“Waa, tentu saja saya suka coklat!!! Dari kemarin saya lagi kepingin makan coklat, Terimakasih banyak Susan ! :) :) :)
***
Ternyata dari sekian banyak orang yang tidak sadar bagaimana menghargai seseorang,
Selalu ada orang-orang baik yang tahu bagaimana menghargai dengan cara yang istimewa,
Hidup :)
Seperti biasa, saatnya membagi-bagikan majalah di Melbourne CBD setiap jam 7 pagi
Dari tempat tinggal saya yang baru, saya hanya perlu berjalan 2 blok.
Tidak sampai 10 menit.
Jam 6.45 saya pun telah siap meninggalkan apartemen.
Sebelum berangkat, Saya memasukkan botol jus ke dalam tas.
Ketika saya baru melintasi Bourke Street
Saya mengecek jam di hp yang saya letakkan di tas.
Ah, saya baru sadar, botol jus tidak tertutup rapat.
Air jus pun menggenangi tas saya.
Belum lagi buih-buih kuning butiran jeruk yang mengotori tas saya.
Seluruh isi tas saya pun basah dan kotor
Ah! Jorok!
Saya mengamankan HP dan dompet saya.
Membuang Botol Jus.
Menyempatkan membersihkan tas dan seragam saya sebentar.
Tapi masih terlalu kotor.
Saya pun tidak punya banyak waktu, karena seharusnya jam 7 saya telah tiba di Perempatan Collins dan Williams St
Tepat jam 7 pagi,
Biasanya akan ada sepasang suami istri imigran Itali melintasi perempatan tempat saya bertugas
Mereka selalu mengambil majalah saya.
Bukan hanya satu, tapi sekali banyak.
Sangat membantu meringankan pekerjaan saya :)
Pagi ini,
Ribet membersihkan tas saya sepanjang perjalanan,
Sepertinya saya akan terlambat sampai tempat tujuan,
Mungkin saya tidak akan bertemu pasangan itu
Saya akan butuh waktu lebih lama dari biasanya dalam membagikan majalah.
Ah itu mereka berjalan jauh di depan saya.
Saya pun berlari secepat mungkin agar bisa melampaui mereka
Saya tidak boleh kehilangan kesempatan memberikan majalah pada mereka,
Beruntung saya sempat menyapa pasangan ini ketika mereka melintas.
Seperti biasa, mereka pun mengambil puluhan majalah :)
Ah saya haus,
Tapi persediaan minum saya sudah sudah terbuang mengotori tas baru saya :(
Saya pun lapar.
Saya belum sempat sarapan.
Di seberang kiri ada Mc Donald.
Di seberang kanan ada Subway.
Ingin rasanya berjalan sebentar ke sana
Tapi di dompet saya sedang tidak ada uang tunai.
Saya pun tidak yakin ATM saya ada isinya. He.. :p
Ah saya tahan saja sampai saya selesai membagikan majalah.
Toh saya lagi pengen makan yang manis-manis.
Sejak kemarin saya sedang ingin makan coklat.
Di rumah saya punya roti, susu dan selai coklat :)
***
Rupanya, tumpahnya jus jeruk pada tas baru saya,
Mempengaruhi mood saya,
Hari ini saya tidak terlalu ceria.
Pekerjaan ini jadi terasa berat.
Saya pun berkali-kali merasa kecewa karena banyak orang menolak majalah yang hendak saya berikan.
Jika biasanya saya masih bisa tersenyum ketika ditolak oleh mereka yang melintas,
Entah kenapa pagi ini saya merasa tidak dihargai.
Kemarin-kemarin
Ketika ada kalanya saya merasa tidak dihargai.
Saya cuma bisa diam.
Entah kenapa saya tidak pernah berani mengeluh ketika saya merasa tidak dihargai.
Mungkin karena saya sadar saya pun seringkali lupa bagaimana pentingnya menghargai
***
Sewaktu bekerja di channel berita, saya terlatih melakukan sesuatu yang kini menjadi kebiasaan.
Saya bisa berkomunikasi dengan orang tanpa melihat atau menatap lawan bicara saya.
Dulu, pekerjaan saya menuntut saya untuk selalu fokus menatap 2 komputer ketika bekerja,
Saya tidak boleh luput memperhatikan rundown show dan mengecek materi berita
Sementara saya selalu suka mengobrol dan bercanda ketika bekerja.
Akibatnya, saya pun terbiasa mengobrol tanpa menatap lawan bicara saya
Sayangnya, kebiasan ini seringkali terbawa saat saya tidak bekerja.
Saya seringkali lupa bahwa kebiasaan ini bisa membuat orang merasa tidak dihargai.
Manusia
Selalu ingin dihargai
Tanpa berusaha menghargai.
Mungkin memang tidak sadar, tidak tahu caranya, ataupun lupa
Manusia.
***
Mau tidak mau, saya pun meneruskan pekerjaan saya.
Mencoba memberi majalah.
Tapi terlalu banyak orang yang menolak.
Hmmmh….. :(
Kalau abah saya tahu saya di sini bekerja membagi-bagikan majalah
Pasti dia marah luar biasa
Gengsi begitulah.
Atau mungkin dia khawatir bekerja bisa menganggu studi saya.
Sewaktu sekolah dulu, setiap kali saya mau mencari penghasilan tambahan,
Abah saya tidak pernah mendukung.
Ia selalu berkata: “Abah yang cari uang, tugas Ima Cuma sekolah”
Tapi saya suka sekali pekerjaan ini,
Saya selalu suka berinteraksi dengan manusia
Dan sepertinya ini kesempatan yang bagus untuk belajar banyak dari kehidupan
Semoga Abah tidak akan marah
Toh saya tetap sekolah,
Sekolah di Sekolah Formal dan Sekolah Kehidupan :PpP~
***
Ah tumpukan majalah saya masih 3 bundel.
Saya sedang tidak bersemangat.
Saya kesal, haus juga lapar.
Tapi saya harus tetap di situ.
Dari kejauhan, saya melihat Susan tersenyum pada saya.
Susan adalah bos para pemberi majalah.
Seorang perempuan paruh baya yang mengelilingi setiap blok di kawasan CBD
Setiap Kamis pagi,
Ia berkeliling sambil mendorong kereta belanja.
Untuk mengecek kami yang bertugas membagikan majalah.
Orangnya hangat sekali.
Ia selalu tersenyum,
Menyapa,
Menyempatkan berhenti sebentar.
Dan tidak pernah lupa mencium pipi saya
Entah kenapa saya merasa Ia memperlakukan saya seperti seorang Ibu memperlakukan anaknya.
Baik sekali. :)
Pagi ini, Ia pun menyapa saya yang sedang tidak bersemangat,
Melihatnya tersenyum, saya pun ikut tersenyum.
Seperti biasa Susan menyapa dengan hangat.
Ia pun memberitahu:
“Ini minggu terakhir bekerja Tahun ini karena libur Natal dan Tahun Baru, kita akan kembali lagi pada 14 Januari 2010, daaan….. sebentar ya…”
Susan lalu membungkuk sedikit.
Ia merogoh sesuatu dari kereta belanjanya.
dan berkata: “I have something for you…and I hope you like chocolate”
Saya pun tersenyum lebar.
tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan:
“Waa, tentu saja saya suka coklat!!! Dari kemarin saya lagi kepingin makan coklat, Terimakasih banyak Susan ! :) :) :)
***
Ternyata dari sekian banyak orang yang tidak sadar bagaimana menghargai seseorang,
Selalu ada orang-orang baik yang tahu bagaimana menghargai dengan cara yang istimewa,
Hidup :)
Laki-Laki
Beberapa tahun yang lalu,
Sewaktu menunggu liputan di KPK,
Seorang wartawan perempuan pernah berkata pada saya: "gw baru benar-benar nyadar kalau 'laki-laki' tuh brengsek sejak gw jadi jurnalis..gila..dimana-mana godain cewe...bahkan driver pun yg ga punya duit ikut-ikutan tepe sana sini..emang dasar!
Saya mengamini: "Haha emang, gw yg tadinya protes jadi maklum sekarang...secara tiap hari ngeliat tuh cameraman sama driver godain cewe sana sini, yauda la ya, emang laki-laki begitu, yang penting mereka cuma iseng doang, tapi tetep tanggung jawab sama istrinya!
***
Dalam tiga hari terakhir,
Saya merasa diperlakukan tidak menyenangkan oleh kaum laki-laki
Beberapa hari yang lalu,
Saya mau ke graduation sahabat saya.
Ketika hendak menyeberang,
Seorang pria berdiri di sebelah saya,
Ia menatap saya dari atas sampai bawah
Lalu berkata sesuatu seolah-olah saya temannya.
Saya cuma diam
Saya suka mengobrol tapi saya tidak mau beramah tamah dengan seseorang yang menatap saya seperti itu.
Ia lalu berkata: "Ah, you just don't remember my name,do you?"
Saya lalu pergi, memilih menyebrang dari blok berikutnya.
Beberapa hari kemudian,
Saya kembali menghadiri graduation teman lain.
Pulangnya kami pergi makan malam.
Tidak terasa, waktu berjalan cepat.
Saya pun harus pulang ketika malam telah larut.
Sekarang saya tinggal di King st,
Sebuah kawasan di Melbourne CBD dimana berjejer banyak bar dan club
Bisa diduga orang mabuk pun dimana-mana.
Sepulangnya dari graduation,
Saya mengajak kedua teman yang rumahnya searah dengan saya untuk berjalan kaki bersama
Tapi mereka ingin naik tram
Karena mereka menggunakan sepatu berhak tinggi.
Saya pun ikut naik tram.
Meski Saya tahu, kalau naik tram saya tidak bisa jalan di rute biasanya
Saya cuma bisa turun di Bourke St
Melewati beberapa bar baru bisa mencapai rumah.
Ketika turun dari tram,
Saya pun pamit pada kedua teman saya.
Alhamdulillah jalanan sepi.
Di sini saya merasa jauh lebih aman jika saya harus melewati jalan yang sepi
Daripada jalan yang dipenuhi manusia mabuk.
Ternyata bukan cuma saya yang turun dari tram,
Tapi ada seorang laki-laki
Ia mengajak saya ngobrol sepanjang jalan,
Ia bercerita tentang dirinya
Sudah 20 tahun di Melbourne
Bekerja di Melbourne Town Hall
Bla Bla Bla
Saya tidak terlalu mendengarkan
Saya terlalu ngantuk.
Tiba-tiba saja Ia menunjukkan arah ke rumah saya.
Ia bilang: "Kamu belok ke kanan kan? Kita tetangga!"
Saya cuma mengangguk.
Mungkin memang benar Ia tetangga saya.
Saya belum hafal siapa saja tetangga saya, karena saya baru saja pindah.
Dan kami pun berjalan menyusuri King St,
Dari kejauhan saya bisa melihat banyak orang mabuk
Saya pikir beruntung juga ada orang laki berjalan di sebelah saya.
Laki-laki ini lalu berkata: "I hate those drunk people, lain kali kamu hati-hati jangan turun di Bourke St, Lebih baik turun di Lonsdale St"
Saya mendengarkan saran si tetangga: "Iya biasanya saya ga pernah naik tram, saya lebih suka jalan di LaTRobe St, karena ga ada orang biasanya kalau malam"
Tetangga menyanggah: "Oh, LaTrobe tidak ada tram setelah jam 9, lebih baik Lonsdale. Lihat ini belum weekend, orang mabuk udah banyak...hati-hati kalau jalan di King St, terutama hari jumat-minggu"
Ia lalu bertanya: "kamu muslim kan?"
Saya mengangguk
Ia pun juga muslim keturunan Turki.
Ia lalu berkata: "saya ingin lebih banyak ngobrol dengan kamu"
Saya bilang: "gampang lah kapan-kapan, toh tetangga ini, pasti sering ketemu"
Saya tidak sadar bahwa kami sudah berjalan hingga berada tepat di apartemennya, 270 King St.
Cuma beberapa gedung dari apartemen saya.
Ia mengundang: "come! let's have a coffee!
Saya tidak menyangka bahwa Ia mau mengobrol saat itu juga.
Saya pun menolak undangan untuk mengunjungi apartemen orang tak dikenal.
Ia bilang: "Come On, it's still early!"
Saya bilang: "gak ah...saya ngantuk..."
dalam hati saya berucap ("early dari hongkong! udah mau jam 1 tong! kalaupun ini pagi hari, males bgt gw masuk2 ke apartemen orang gak dikenal")
Ia pun terus berbicara, tapi saya terlalu mengantuk.
Saya pun meneruskan berjalan tanpa pamit
Ia bilang : "you've just missed a chance!"
Saya terus melangkah.
Ia lalu mengikuti : "Ok lain kali saja kalau begitu, sekarang saya antarkan kamu sampai ke rumah kamu...tapi saya belum tahu nama kamu"
Ia lalu menjulurkan tangannya, menyebut nama dan mengeja namanya: "Arda , A-R-D-A, No kamu berapa?"
Saya pun mengeluarkan hp saya: "berapa no kamu, sini saya save, nanti saya miskol"
Saya buru-buru pamit
Ketika saya sedang memencet tombol untuk memasuki apartemen.
Tiba-tiba saja Ia muncul di belakang saya: "Mobile phone saya belum juga berdering!"
Saya pun buru-buru membuka pintu, masuk, dan pamit: "Hp saya lowbatt...see you!"
Pintu pun tertutup rapat
LowBatt!
***
Tapi Hari ini,
Meski baterai Hp saya penuh.
Saya rasa dimatikan jauh lebih baik.
Pagi ini, saya ada pertemuan di Konjen RI bersama dengan para penerima beasiswa lainnya
Di pertemuan ini, hadir beberapa pejabat dari Indonesia
Seseorang yang harus saya temui kebetulan seorang pejabat yang mengepalai pemberian beasiswa
Semua teman saya tahu bahwa saya kurang respek sama bapak itu.
Bahkan saya pernah keceplosan di depan pegawainya.
Ia cuma bilang: "wajar lah, namanya juga laki-laki!"
Karena saya tahu itu normal, dan diyakini 'wajar'
Saya pun memilih jauh-jauh dari bapak itu.
Setelah pertemuan selesai,
Bapak itu bertanya: "abis sini kamu mau kemana?"
saya bilang: "ke city, pulang!"
Saya lalu membantu Tante Diana membersihkan wadah wadah makanan.
Ketika semuanya hendak pulang,
Bapak itu lalu berkata: " Ya, saya ada mobil, saya mau ke city, siapa yang mau ikut ke city tapi cuma bisa 2 orang lagi yang ikut?"
Teman saya S tunjuk tangan.
Bapak itu melihat ke arah saya: "Kamu ke city kan pulangnya? yaudah, sekalian!"
Bapak itu pun lebih dulu memasuki mobil.
Saya segera mengajak teman-teman untuk ikut memasuki mobil.
Tapi semua teman menolak karena mobilnya cuma untuk 4 orang. 1 Supir dan 3 Penumpang.
Saya melihat bapak itu duduk di belakang.
Saya pun langsung melangkah ke depan, saya mau duduk di kursi depan saja
Bapak itu lalu berkata: "eh itu buat si S, kamu duduk di belakang saja"
Saya pun duduk di sebelah bapak itu.
Ia berkata: "nanti temani saya yah jalan-jalan!"
Saya bingung
Saya memang kurang respek sama bapak ini sejak pertama mengenalnya,
Tapi ia orang pemerintahan yang membiayai kuliah saya dan harus saya hormati.
Saya pun bertanya: "mau kemana pak?"
Ia bilang: "yah kemana saja yang khas dari Melbourne"
Saya pun melempar pada teman saya yang duduk di depan: " mau kemana nih kita mas S?"
Bapak itu lalu berkata: "eh S beda,dia punya acara lain abis sini..ini dia cuma ikut dianterin aja"
Saya terkejut: Hah? mau kemana mas S?
Mas S: "Mau ada BBQ di Lake Coburg!"
Saya: "Yaudah, gimana kalau kita ikut kesana aja pak?"
Di mobil, saya sibuk mengetik sms.
Saya mengirim pesan kepada 2 anak Phd agar menunggu Di Melbourne Central
Saya tidak nyaman kalau harus menemani pejabat macam ini
Bapak itu menanyakan no HP saya dan meminta saya menyimpan no HP dia.
Tiba-tiba saja ia berkata: "Apa siang ini kamu mau pergi BBQ aja ikut si S? apa jalannya sama saya nanti malam saja?"
Saya spontan berbohong: "Gak bisa, saya ada acara masak-masak sama housemates"
Bapak itu lantas menanyakan usia dan status saya: "Kamu masih sendiri kan? udah ada Calon?"
Saya kembali berbohong: Udah
Bapak Pejabat: Dimana?
Saya:di jakarta
Bapak Pejabat: oooh di Jakarta...wah trus gimana dong komunikasinya.
dalam hati lagi saya berteriak (urusaan lo?!) tapi saya cuma berkata: "gampang lah"
Ia lalu berkata: "wah jauh-jauhan gitu..lupa dong ya sama pacarnya!"
saya bilang: "gak kok...!"
Ia lalu berkata: "Bukan kamu , tapi dia yang lupa, Hahaha!
Dalam hati lagi saya berkata: "itu sih bapak! baru ke luar negeri berapa hari..langsung lupa ma istrinya!"
'Laki-laki'!

Sewaktu menunggu liputan di KPK,
Seorang wartawan perempuan pernah berkata pada saya: "gw baru benar-benar nyadar kalau 'laki-laki' tuh brengsek sejak gw jadi jurnalis..gila..dimana-mana godain cewe...bahkan driver pun yg ga punya duit ikut-ikutan tepe sana sini..emang dasar!
Saya mengamini: "Haha emang, gw yg tadinya protes jadi maklum sekarang...secara tiap hari ngeliat tuh cameraman sama driver godain cewe sana sini, yauda la ya, emang laki-laki begitu, yang penting mereka cuma iseng doang, tapi tetep tanggung jawab sama istrinya!
***
Dalam tiga hari terakhir,
Saya merasa diperlakukan tidak menyenangkan oleh kaum laki-laki
Beberapa hari yang lalu,
Saya mau ke graduation sahabat saya.
Ketika hendak menyeberang,
Seorang pria berdiri di sebelah saya,
Ia menatap saya dari atas sampai bawah
Lalu berkata sesuatu seolah-olah saya temannya.
Saya cuma diam
Saya suka mengobrol tapi saya tidak mau beramah tamah dengan seseorang yang menatap saya seperti itu.
Ia lalu berkata: "Ah, you just don't remember my name,do you?"
Saya lalu pergi, memilih menyebrang dari blok berikutnya.
Beberapa hari kemudian,
Saya kembali menghadiri graduation teman lain.
Pulangnya kami pergi makan malam.
Tidak terasa, waktu berjalan cepat.
Saya pun harus pulang ketika malam telah larut.
Sekarang saya tinggal di King st,
Sebuah kawasan di Melbourne CBD dimana berjejer banyak bar dan club
Bisa diduga orang mabuk pun dimana-mana.
Sepulangnya dari graduation,
Saya mengajak kedua teman yang rumahnya searah dengan saya untuk berjalan kaki bersama
Tapi mereka ingin naik tram
Karena mereka menggunakan sepatu berhak tinggi.
Saya pun ikut naik tram.
Meski Saya tahu, kalau naik tram saya tidak bisa jalan di rute biasanya
Saya cuma bisa turun di Bourke St
Melewati beberapa bar baru bisa mencapai rumah.
Ketika turun dari tram,
Saya pun pamit pada kedua teman saya.
Alhamdulillah jalanan sepi.
Di sini saya merasa jauh lebih aman jika saya harus melewati jalan yang sepi
Daripada jalan yang dipenuhi manusia mabuk.
Ternyata bukan cuma saya yang turun dari tram,
Tapi ada seorang laki-laki
Ia mengajak saya ngobrol sepanjang jalan,
Ia bercerita tentang dirinya
Sudah 20 tahun di Melbourne
Bekerja di Melbourne Town Hall
Bla Bla Bla
Saya tidak terlalu mendengarkan
Saya terlalu ngantuk.
Tiba-tiba saja Ia menunjukkan arah ke rumah saya.
Ia bilang: "Kamu belok ke kanan kan? Kita tetangga!"
Saya cuma mengangguk.
Mungkin memang benar Ia tetangga saya.
Saya belum hafal siapa saja tetangga saya, karena saya baru saja pindah.
Dan kami pun berjalan menyusuri King St,
Dari kejauhan saya bisa melihat banyak orang mabuk
Saya pikir beruntung juga ada orang laki berjalan di sebelah saya.
Laki-laki ini lalu berkata: "I hate those drunk people, lain kali kamu hati-hati jangan turun di Bourke St, Lebih baik turun di Lonsdale St"
Saya mendengarkan saran si tetangga: "Iya biasanya saya ga pernah naik tram, saya lebih suka jalan di LaTRobe St, karena ga ada orang biasanya kalau malam"
Tetangga menyanggah: "Oh, LaTrobe tidak ada tram setelah jam 9, lebih baik Lonsdale. Lihat ini belum weekend, orang mabuk udah banyak...hati-hati kalau jalan di King St, terutama hari jumat-minggu"
Ia lalu bertanya: "kamu muslim kan?"
Saya mengangguk
Ia pun juga muslim keturunan Turki.
Ia lalu berkata: "saya ingin lebih banyak ngobrol dengan kamu"
Saya bilang: "gampang lah kapan-kapan, toh tetangga ini, pasti sering ketemu"
Saya tidak sadar bahwa kami sudah berjalan hingga berada tepat di apartemennya, 270 King St.
Cuma beberapa gedung dari apartemen saya.
Ia mengundang: "come! let's have a coffee!
Saya tidak menyangka bahwa Ia mau mengobrol saat itu juga.
Saya pun menolak undangan untuk mengunjungi apartemen orang tak dikenal.
Ia bilang: "Come On, it's still early!"
Saya bilang: "gak ah...saya ngantuk..."
dalam hati saya berucap ("early dari hongkong! udah mau jam 1 tong! kalaupun ini pagi hari, males bgt gw masuk2 ke apartemen orang gak dikenal")
Ia pun terus berbicara, tapi saya terlalu mengantuk.
Saya pun meneruskan berjalan tanpa pamit
Ia bilang : "you've just missed a chance!"
Saya terus melangkah.
Ia lalu mengikuti : "Ok lain kali saja kalau begitu, sekarang saya antarkan kamu sampai ke rumah kamu...tapi saya belum tahu nama kamu"
Ia lalu menjulurkan tangannya, menyebut nama dan mengeja namanya: "Arda , A-R-D-A, No kamu berapa?"
Saya pun mengeluarkan hp saya: "berapa no kamu, sini saya save, nanti saya miskol"
Saya buru-buru pamit
Ketika saya sedang memencet tombol untuk memasuki apartemen.
Tiba-tiba saja Ia muncul di belakang saya: "Mobile phone saya belum juga berdering!"
Saya pun buru-buru membuka pintu, masuk, dan pamit: "Hp saya lowbatt...see you!"
Pintu pun tertutup rapat
LowBatt!
***
Tapi Hari ini,
Meski baterai Hp saya penuh.
Saya rasa dimatikan jauh lebih baik.
Pagi ini, saya ada pertemuan di Konjen RI bersama dengan para penerima beasiswa lainnya
Di pertemuan ini, hadir beberapa pejabat dari Indonesia
Seseorang yang harus saya temui kebetulan seorang pejabat yang mengepalai pemberian beasiswa
Semua teman saya tahu bahwa saya kurang respek sama bapak itu.
Bahkan saya pernah keceplosan di depan pegawainya.
Ia cuma bilang: "wajar lah, namanya juga laki-laki!"
Karena saya tahu itu normal, dan diyakini 'wajar'
Saya pun memilih jauh-jauh dari bapak itu.
Setelah pertemuan selesai,
Bapak itu bertanya: "abis sini kamu mau kemana?"
saya bilang: "ke city, pulang!"
Saya lalu membantu Tante Diana membersihkan wadah wadah makanan.
Ketika semuanya hendak pulang,
Bapak itu lalu berkata: " Ya, saya ada mobil, saya mau ke city, siapa yang mau ikut ke city tapi cuma bisa 2 orang lagi yang ikut?"
Teman saya S tunjuk tangan.
Bapak itu melihat ke arah saya: "Kamu ke city kan pulangnya? yaudah, sekalian!"
Bapak itu pun lebih dulu memasuki mobil.
Saya segera mengajak teman-teman untuk ikut memasuki mobil.
Tapi semua teman menolak karena mobilnya cuma untuk 4 orang. 1 Supir dan 3 Penumpang.
Saya melihat bapak itu duduk di belakang.
Saya pun langsung melangkah ke depan, saya mau duduk di kursi depan saja
Bapak itu lalu berkata: "eh itu buat si S, kamu duduk di belakang saja"
Saya pun duduk di sebelah bapak itu.
Ia berkata: "nanti temani saya yah jalan-jalan!"
Saya bingung
Saya memang kurang respek sama bapak ini sejak pertama mengenalnya,
Tapi ia orang pemerintahan yang membiayai kuliah saya dan harus saya hormati.
Saya pun bertanya: "mau kemana pak?"
Ia bilang: "yah kemana saja yang khas dari Melbourne"
Saya pun melempar pada teman saya yang duduk di depan: " mau kemana nih kita mas S?"
Bapak itu lalu berkata: "eh S beda,dia punya acara lain abis sini..ini dia cuma ikut dianterin aja"
Saya terkejut: Hah? mau kemana mas S?
Mas S: "Mau ada BBQ di Lake Coburg!"
Saya: "Yaudah, gimana kalau kita ikut kesana aja pak?"
Di mobil, saya sibuk mengetik sms.
Saya mengirim pesan kepada 2 anak Phd agar menunggu Di Melbourne Central
Saya tidak nyaman kalau harus menemani pejabat macam ini
Bapak itu menanyakan no HP saya dan meminta saya menyimpan no HP dia.
Tiba-tiba saja ia berkata: "Apa siang ini kamu mau pergi BBQ aja ikut si S? apa jalannya sama saya nanti malam saja?"
Saya spontan berbohong: "Gak bisa, saya ada acara masak-masak sama housemates"
Bapak itu lantas menanyakan usia dan status saya: "Kamu masih sendiri kan? udah ada Calon?"
Saya kembali berbohong: Udah
Bapak Pejabat: Dimana?
Saya:di jakarta
Bapak Pejabat: oooh di Jakarta...wah trus gimana dong komunikasinya.
dalam hati lagi saya berteriak (urusaan lo?!) tapi saya cuma berkata: "gampang lah"
Ia lalu berkata: "wah jauh-jauhan gitu..lupa dong ya sama pacarnya!"
saya bilang: "gak kok...!"
Ia lalu berkata: "Bukan kamu , tapi dia yang lupa, Hahaha!
Dalam hati lagi saya berkata: "itu sih bapak! baru ke luar negeri berapa hari..langsung lupa ma istrinya!"
'Laki-laki'!
Thursday, December 17, 2009
B u k a n c i n t a part II

Minggu kedua November 2009.
Hari-hari saya belum banyak berubah :(
Kamis pagi,
Saatnya membagikan majalah.
Di perjalanan, saya bertemu Brama di Tram 19.
Brama adalah mahasiswa Indonesia di RMIT University.
Usianya belum genap 20 tahun.
Saya tidak terlalu kenal Brama.
Tapi saya tahu reputasinya sebagai seorang pemuda yang berdedikasi tinggi.
Setiap minggu pagi Ia mengajar anak-anak mengaji di Masjid westall.
Tidak pernah absen maupun terlambat.
Padahal Ia menetap di Coburg.
Dari Ujung ke ujung!
Pagi itu,
Ia menyapa saya dengan ramah.
Brama: “ei, Ima apakabar? Udah lama gak ketemu..”
Ima: “ yah..lagi stress Bram… thesis gue gak ada kemajuan…udah berapa kali kumpulin proposal disuruh ulang terus.. ..
gue sedih deh Bram…dulu gue nyari beasiswa penasaran kayak apa sih rasanya kuliah di luar negeri…
eh pas kuliah di sini gw baru tau..ternyata paling enak tinggal dekat sama keluarga…tau gini gw gak usah nyari beasiswa ke luar..malah bikin thesis bikin hidup stress!..sorry ya Bram, gue jadi curhat gini he...”
Brama mengangguk dalam senyum:
“Iya kayaknya gue liat kakak gue juga stress banget bikin thesis. Tapi semangat, jangan nyerah Ima. Belum tentu apa yang elo pikir baik itu menurut Allah adalah yang terbaik buat lo!”
Saya termenung sejenak :
“Iya yah Bram, bener juga lo…wah beruntung pagi ini gue ketemu lo…dapet nasehat bagus =)
Ketika tram melintasi Victoria Market, perbincangan kami berakhir.
Setiap jam 7 pagi, Brama bekerja membuka salah satu kios di pasar
Sementara saya membagikan majalah.
Kurang beruntung,
Pagi itu hujan.
Saya suka berjalan atau berlari di tengah hujan.
Tapi, saya tidak suka ketika saya harus bekerja di kala hujan.
Semuanya menjadi susah.
Saya harus mencari tempat berlindung.
Sementara semua pengguna jalan mempercepat langkah mereka.
Mereka menolak menerima majalah saya :(
Menit demi menit.
Tumpukan majalah saya tidak kunjung berkurang :(.
Saya pun letih berdiri di tengah lalu lalang pejalan kaki yang tidak mempedulikan saya :(
Saya melangkah ke gedung terdekat,
Berteduh sebentar.
Karena kala itu saya tidak membawa payung.
Dari bawah atap gedung, saya melihat semua pejalan kaki sibuk dengan dirinya masing-masing.
Rupanya, banyak dari mereka yang tidak membawa payung.
Tak heran, mereka semua terburu-buru.
Hingga, saya melihat seorang pria hendak menyeberang.
Saya tahu pria itu.
Tampan :p
Saya pun berhenti berteduh dan kembali melangkah ke tempat saya biasa membagikan majalah.
Saya ingin mencoba memberikan majalah pada dia :p
Ketika lampu pejalan kaki berwarna hijau,
Ia pun melangkah mendekat :)
Tapi, tidak seperti biasanya,
Kali ini Ia melangkah bersama seorang perempuan di sisinya: “pacarnya kah?”
Ah, mungkin saja Cuma teman! :P
Saya pun menyiapkan dua majalah untuk Dia dan temannya :)
Belum sempat saya memberikan majalah,
Mereka menghentikan langkahnya.
Si perempuan tampak kurang sehat.
Si pria lantas membelai rambut sang perempuan, berkata-kata, lantas mencium keningnya.
Daaaaaar!
Rupanya benar mereka sepasang kekasih.
Entah kenapa, saya pun membatalkan niat untuk memberikan majalah pada mereka.
Mendadak enggan begitu saja.
Tak berapa lama mereka berpisah,
Si wanita berjalan menuju King St,
Sementara sang pria melangkah menuju Queen St,
Saya terdiam.
Hingga seseorang membuyarkan lamunan saya: “Hi…can I have one please?”
Saya lantas memberikan satu dari dua majalah di genggaman tangan kanan saya.
Seorang perempuan muda menerima majalah saya sambil tersenyum :)
Saya pun membalas senyuman perempuan di depan saya.
Cantik dan Modis.
Ia mengenakan sebuah gaun selutut berwarna hitam dengan ornament putih di leher dan lengan.
Eh, saya kenal gaun ini.
Tahun lalu,
Saya melihat gaun ini di sebuah etalase toko.
Saya suka sejak pertama melihatnya.
Saya pun masuk ke dalam toko.
Wah, harganya mahal.
Saya lantas berniat menunggu hingga musim diskon tiba.
26 Desember 2008,
Semua orang sibuk berbelanja
Boxing Day: Melbourne penuh dengan pesta diskon.
Saya pun kembali ke toko tempat saya melihat gaun dulu.
Tapi saya pulang dengan kecewa.
Gaun itu sudah tidak ada :(
Seseorang telah membelinya.
Tak disangka,
Pagi itu,
Saya kembali melihat gaun itu.
Tapi Ia membalut tubuh orang lain.
Gaun ini tetap sama seperti pertama saya melihatnya.
Bagus.
Tapi entah kenapa Ia tidak lagi semenarik yang dulu.
Mungkin, karena saya sudah tidak lagi memiliki keinginan untuk memilikinya.
I k h L a s :)
Wednesday, November 18, 2009
b u k a n c i n t a

November 2009
Saya harus bergelut dengan banyak tugas dan thesis.
Saya tidak suka thesis.
Membuat saya tertekan juga takut :(
Tapi saya selalu suka hari Kamis.
Kamis pagi adalah saat saya harus bekerja membagi-bagikan majalah di tengah kota.
Saya suka :)
Seburuk apapun mood saya, saya bisa mendadak bahagia ketika saya melakukan pekerjaan ini.
Saya senang,
Bisa memberikan majalah sembari menyapa para pengguna jalan: "Halo, Selamat Pagi!" :)
Setiap Kamis pagi,
Saya selalu melihat wajah-wajah stress.
Wajah-wajah suntuk.
Wajah-wajah mengantuk.
Senang rasanya bisa menyapa wajah-wajah itu dengan senyuman.
Setiap Kamis, saya bertugas membagikan majalah di perempatan Collins dan Williams St.
Ini lokasi perkantoran.
Di tempat ini,
Ada dua orang yang menarik perhatian saya.
Keduanya tidak pernah menerima majalah yang saya berikan.
Tapi mereka selalu membalas sapaan dan senyuman saya :)
Mereka semua berpenampilan menarik.
Rapi.
Postur tubuhnya pun bagus
Dari keduanya.
Ada satu yang berkulit hitam legam.berkepala plontos.
Ia selalu mengenakan kemeja putih dan celana abu-abu.
Postur tubuhnya bagus.(Teman saya, Runi, tahu apa yang paling menarik dari dirinya :p~)
Saya selalu menanti kedatangannya setiap Kamis pagi.
Hingga suatu ketika,
Saya bekerja tidak secepat biasanya,
Saya selesai agak akhir.
Ketika hendak pulang
Saya melihat seseorang mengenakan jaket hitam.
Sepertinya baru kali itu Ia melintas.
Atau mungkin saja sering, Tapi saya tidak pernah menyadarinya.
Postur tubuhnya tidak terlalu bagus.
Ia pun tidak pernah tersenyum.
Entah mengapa,
Ia menarik.
Sejak itu, saya selalu menunggu kehadirannya.
***
Pagi itu,
Hari Kamis,
Seperti biasa, saya siap meninggalkan rumah jam 6 pagi.
Senang rasanya melangkah keluar dan melihat matahari sudah bersinar.
Musim dingin telah selesai :)
Saya pun tidak perlu lagi berjalan dalam dingin dan gelap.
November.
Saya suka November.
Ah tapi hujan!
Terpaksa saya harus kembali mengambil payung di rumah.
Saya tidak pernah suka memakai payung.
Tapi tentu kali ini, saya perlu payung untuk melindungi majalah yang akan saya bagikan.
Saya pun melangkah kembali ke rumah.
Saya menelpon teman saya :
“Sorry, bangunin pagi-pagi…minta tolong bukain pintu..mau ambil payung, di luar gerimis”
Teman saya tentu kesal direpotkan saat Ia masih terlelap.
Tok, Tok, Tok!
Dengan wajah kesal, teman saya membukakan pintu
Ia segera memberikan payung.
Tiba-tiba saja saya mendengar bunyi aneh.
Seperti bunyi obor yang menyala: “Heii…denger ga? Itu bunyi apa ya?”
Terlalu mengantuk, teman saya tidak menghiraukan.
Saya pun segera melangkah ke luar.
Di luar,
Saya melihat Balon Udara melintas di depan rumah.
Berwana merah.
Besar.
Ditumpangi 6 orang.
Begitu dekat.
Saya terkesima.
Sepertinya, baru kali ini
saya melihat balon udara.
Saya kontan berteriak: “aaaah..ada balooooon udaraaaa…baguuuuusss!”
Mendengar saya berteriak, teman saya pun keluar:
“waah..kok tumben ada balon udara,..cuaca nya hujan gini lagi..wah baru mau berangkaat..rendah banget ya…dekat..”
Dan kami pun menyaksikan balon udara melintas di halaman rumah.
Senang :)
***
Saya pun tiba kembali di stop-an tram.
Saya menunggu tram datang
Sembari tersenyum :)
Tidak menyesal rasanya harus balik lagi ke rumah untuk mengambil payung.
Saya jadi bisa melihat balon udara
Bagus !
Tak berapa lama,
Tram saya pun datang.
Di tram, saya bertemu Ria dan Limmy.
Seperti saya, Ria juga membagikan majalah setiap Kamis pagi.
Ria dan Limmy tampak tidak ceria.
Mungkin karena minggu pertama November adalah saat ketika tugas dan ujian menumpuk :(
Buat saya, terasa begitu berat.
Karena saya harus bergelut dengan thesis :(
Sudah beberapa bulan terakhir, saya berusaha mengerjakan proposal
Tapi belum juga berhasil.
Saya takut :( :(
Di Tram,
Saya bercerita akan ketakutan saya.
Minggu lalu saya merasa begitu tertekan hingga saya tidak kuasa menahan tangis
Tiba-tiba saja Ria berkata: “Ya, kita semua memang lagi stress, Kamu tahu, minggu ini udah tiga teman yang datang menangis pada saya..padahal baru minggu sebelumnya saya menginap di rumah teman karena ingin menangis, Teman saya pun menangis karena merasa supervisornya tidak membantu”
“Limmy semalam nginap rumah saya, karena sahabat baiknya baru saja meninggal ketika Ia akan menikah!”
:(
***
Semua orang punya masalah.
Saya tidak sendiri rupanya.
***
Saya pun tiba di perempatan Collins dan Elizabeth St.
Saya masih harus berjalan 2 blok lagi.
Ini adalah tempat teman saya Sol bekerja
Seperti biasa Sol akan menyapa saya: “Horee…Ima gak telaat ”
Sol, teman yang baik.
Ia rajin mengirim pesan pendek setiap kamis pagi.
Terkadang bunyinya: “Banguuuun”
Terkadang bunyinya: “Bangguuuuuun…malu sama bos”
Sol bilang: sudah satu semester ini saya 'aneh'
Dulu, Sol sering menelpon, mengirim pesan pendek, memberi coklat…
Sejak Sol tahu bahwa saya cuma berteman dengan Do.
Tapi, Saya pun cuma ingin berteman dengan Sol.
***
Saya salut sama Sol.
Ia anak Jakarta,
Dari keluarga berada.
Tapi Ia mau bekerja membagikan majalah.
Pernah,
Suatu ketika saya membagikan majalah,
Saya bertemu teman saya.
Tipikal Anak Jakarta.
Saya sudah tidak lama bertemu dengannya.
Ketika tidak sengaja bertemu, saya pun menyapanya dengan antusias. Kangen!
Tapi,
Melihat saya membagikan majalah, Ia terkejut: “Imaa….ngapain lo di sini???!!”
Saya bilang: “kerja”
Ia bilang: “ngapaiiiin?”
Saya bingung dengan reaksi teman saya.
Saya kira ini pekerjaan yang wajar dan biasa.
Tapi saya lupa, ini tentu kurang ‘wajar’ bagi beberapa kalangan.
Saya pribadi suka sekali pekerjaan ini.
Saya suka mengamati keseharian orang di tengah keramaian.
Ini seperti hiburan buat saya di tengah beban thesis :(
***
Saya pun tiba di perempatan Collins dan Williams St.
Hari itu, saya niat untuk selesai lebih awal.
Karena ini minggu pertama November.
Saya harus segera ke perpustakan, menyelesaikan tugas-tugas saya.
Sebelum kembali menghadapi thesis :(
Saya berhasil.
Saya selesai membagikan majalah jauh lebih awal.
Ketika duduk di tram,
Saya menatap tempat saya membagikan majalah.
Ah, si pria berjaket hitam melintas.
Sayang, kali ini saya tidak bisa melihatnya dari dekat.
Di Tram, saya melihat seseorang membaca majalah yang baru saja selesai saya bagikan.
Ia pun turun, meninggalkannya di bangku tram begitu saja.
Saya lantas mengambilnya.
Selama ini, saya tidak pernah sempat membaca majalah yang saya bagikan itu
Kali ini,
Saya memperhatikan sampulnya.
Berwarna cerah
Saya pun membaca satu kalimat yang mencerahkan :)
Saya segera membawa majalah itu ketika saya turun dari tram.
***
Di tram stop,
Saya melihat Sol belum selesai bekerja,
Sol masih punya beberapa majalah.
Saya berlari menghampiri Sol: “Sooooollll....”
Sol tersenyum.
Saya memohon:
“Sol, jangan ketawa yaah...he...gw mau minta tolong...gw kan kalau bagi-bagi Cityweekly ga pernah merhatiin yaah isinya apa..gw bagiin aja gitu...eh hari ini gw gak sengaja merhatiin...dan gw suka banget tulisannya...ini pas banget sama hidup gw sekarang...liat deh tulisannya: “FACE YOUR FEARS!” .jadiii...potoin gw dong sama cover cityweekly! he.."
Sol: “Ah, bilang daritadi minta fotoin”
Sol langsung mengambil kamera saya,
Saya: “bentaar Soooll...sini majalahlo,,,gw bantuin bagiin..”
Saya mengambil majalah Sol, berusaha membagikan yang tersisa..
Sol lalu mengambil foto saya.
Selepasnya, saya langsung pergi meninggalkan Sol.
Sol berteriak: “Eh mau kemana buru-buru?”
Saya bilang: “Itu tram gw datang”
Sol kesal; “Ah...ga bakal keburu..”
Sol benar: Tidak kekejar. Tram saya keburu jalan.
Saya menoleh ke Sol.
Ia sudah tidak di tempatnya.
Saya pun menyeberang.
Saya menoleh ke kanan.
Ah, si lelaki berjaket hitam :)
Berjalan tepat di sisi saya
Saya kontan tersenyum.
Memang kalau jodoh tidak kemana... (he...ngarep :p)
Saya melihatnya.
Ia terus memandang ke depan.
(mungkin) tidak sadar dengan keberadaan saya.
Tapi,
Senang rasanya bisa berada dekat dengannya.
Meski Ia (tidak) pernah tahu …
C i n t a ? :p
Sunday, November 01, 2009
Sepi...
Sudirman
Lantai Dua
Tahun 2007,
Saya dievaluasi pimpinan
Bos saya berkata:
“Hal yang harus dipertahankan dari kamu adalah positive thinking, pengamatan saya dan yang lain: kamu tu dikirim liputan kemana aja survive, balik-balik pasti bawa cerita lucu padahal di sana kita tahu ribetnya gimana...dipertahankan yah itu, inget Ima kata saya: pokoknya dimanapun kamu nanti bekerja/berada, dipertahankan itu, kamu tidak akan takut kemana-mana!”
Entah bos saya masih ingat atau tidak akan wejangan itu,
tapi kalimat tersebut begitu membekas di benak saya.
Tahun 2008,
Saya tidak takut ke luar negeri sendiri.
Padahal dulu saya sangat manja di Jakarta.
Sedikit-dikit saya menghubungi abah saya
Sedikit-dikit saya minta tolong kakak saya
Sedikit-dikit saya mencari teman saya.
Sedikit-dikit saya mencari perlindungan.
Hingga pengalaman singkat menjadi reporter ternyata melatih diri saya untuk lebih berani bergerak sendiri.
Meski saya masih banyak bergantung.
Tapi, para produser tidak pernah letih melatih saya.
Berkali-kali saya ditaruh di program liputan panjang
lebih meletihkan dari program liputan pendek harian.
Lebih stress.
***
Stress!
Oktober 2009, saya terlampau stress.
Hingga saya lupa bagaimana menjadi bahagia.
Stress seperti tanpa akhir sejak saya mengajukan proposal untuk mengerjakan thesis.
Seorang sahabat saya di UI pernah menghibur: “Santai Ima, kayak dulu aja jaman kita kuliah...lo males baca tapi kan lo suka acak milih isu untuk dikomentari, emang udah gabisa kayak gitu lagi?”
Mungkin masih bisa seperti itu
Kalau cuma mencari 'aman”
Tapi tentu saya tidak ingin sekedar aman.
Saya terlanjur berkata: “iya”
Saat Bapak pemberi beasiswa menasehati : “Nanti kamu belajar sungguh-sungguh ya di sana”
Saya pun selalu sedih ketika melihat bukti pembayaran negara buat sekolah saya.
Di sini, Pak konjen pernah berkata: “Kalian belajar sungguh-sungguh ya, dulu untuk ngebiayain saya sekolah, negara pakai duit hutang!”
Saya tidak tahu darimana asal uang sekolah saya.
Yang saya tahu itu nilai yang besar.
Jika dibandingkan dengan penghasilan saya dulu,
Lima puluh tahun saya bekerja, saya baru bisa menghasilkan uang sebesar itu.
Tapi tenyata bukan cuma nilai uang yang besar,
Di sini saya pun menemukan ketakutan terbesar saya.
Saya ternyata sangat takut sepi :'(
…..
Kemarin, saya di rumah sendiri.
Housemate saya pergi ke pantai
Housemate lain sedang ke luar.
Saya di rumah.
Berusaha belajar.
Tugas kuliah saya banyak.
Belum lagi tuntutan thesis.
Sejam-dua jam, saya masih bisa belajar
dengan ditemani tayangan televisi.
Dan alunan musik.
Hingga saya merasa bosan.
Saya melongok ke jendela.
Tidak ada manusia.
Saya melangkah ke halaman depan.
Tidak ada manusia.
Saya pun duduk-duduk di depan.
Sambil berusaha membaca.
Tapi ternyata saya bosan luar biasa.
Berjam-jam saya duduk di luar.
Tidak seorang manusia pun melintas.
Saya stress.
Dulu Pimpinan saya pernah bilang: Ima punya manajemen stress yang bagus.
Tapi kemarin saya tidak mengerti kenapa seseorang pernah menilai saya demikian.
Kemarin,
Saya begitu tertekan ketika tidak mendengar suara.
Bahkan kicauan burung pun tidak ada siang itu.
Saya masuk kembali ke dalam rumah karena matahari semakin terik.
Saya bosan.
Saya ingin menelpon teman.
Tapi saya tahu mereka semua sedang stress dengan tugas dan ujian.
Saya ingin menelpon rumah di Jakarta
Tapi kartu telpon saya sedang habis.
Tanpa saya sadari,
saya mulai menangis.
Satu persatu tissue mulai membasuh muka saya.
Saya tidak menyangka, ternyata saya bisa begitu tertekan oleh sepi.
Ingin rasanya menghubungi Ibu saya
Tapi saya tahu Ia akan menangis.
Saya pun membatalkan niat saya.
Saya memilih merasakan sepi.
Perasaan yang paling tidak disukai oleh Ibu saya.
Beruntung, sempat saya rasakan
saya tidak suka!
tidak ingin lagi merasakannya
Jika bisa,
Tidak seorang pun akan saya biarkan merasa sepi.
***
Sewaktu saya kuliah
Saya hampir tidak pernah di rumah
Setiap hari saya ke kampus
Berangkat pagi
Pulang Malam.
Jika saya pulang lebih awal,
Ibu saya begitu bahagia dan berkata : "Halo...sayang, duh kangen deh sama anak Mama!"
Saya tidak pernah mengerti mengapa Ibu saya begitu; “ah Mama lebay ah..kayak ga pernah ketemu aja”
Meski sering pulang larut,
Saya selalu melihat makanan tertata rapi di meja makan.
Seringkali tidak saya sentuh.
Karena seharian saya makan di luar.
Kalau saya pulang diantar teman-teman, biasanya saya ajak mereka makan malam di rumah.
Esoknya Ibu saya akan bahagia sekali.
Melihat makanan di meja makan sudah tersentuh.
Ibu saya bilang : “senang Mama, kalau makanan nya abis dimakan”
Kini,
Setelah saya bisa memasak, saya baru paham bagaimana senangnya.
Kalau masakan kita tidak cuma dinikmati sendiri.
Karena menikmati bersama bisa menghapus rasa sepi.
Saya dulu tidak pernah tahu berapa lama Ibu saya biasa menanti saya pulang setiap hari.
Menanti makanan di meja makan tersentuh.
Hingga Ia seringkali terlelap dan harus melihat makanan yang sama masih utuh di meja hingga keesokan harinya:(
Kemarin,
Saya baru mengerti mengapa Ibu saya selalu menyambut gembira kedatangan saya.
Karena saya selalu membuatnya merasa sepi.
Setiap saya terburu-buru ke kampus di pagi hari,
Padahal ibu saya bangun lebih pagi untuk membuatkan saya susu dan roti.
Tapi saya lewatkan begitu saja karena saya takut terlambat kuliah
Saya terus membuatnya merasa sepi.
Hingga malam hari.
Hingga keesokan harinya lagi.
Maaf yah ma :(
***
Tak Heran,
Ketika saya kerja,
setiap kali dapat shift siang.
Ibu saya selalu berada di meja makan saat saya hendak berangkat kerja.
Ia akan memanggil dan berkata: “Im, temenin mama makan dulu dong”
Seringkali saya sempatkan karena : “pikir-pikir boleh juga buat berhemat :P”
Semoga saat ini, ada yang selalu menemani ibu saya makan siang .
Karena saya telah mengerti bagaimana sedihnya merasa sepi :(
Tapi mungkin bukan hanya saya, ibu saya, yang tidak suka sepi.
***
Di kos-an saya,
Setiap hari selasa ada seorang ibu yang datang membersihkan rumah.
Setiap kali saya hendak berangkat kuliah.
Ia akan bercerita panjang sekali.
Saya tidak tahu siapa yang diceritakan.
Saya tidak terlalu mengerti apa yang diceritakan
Tapi entah mengapa saya tidak pernah bisa menolak untuk tidak mendengarkannya bercerita.
Ia sangat suka bercerita.
Saat saya masih di kamar pun.
Ia akan mengetuk kamar saya dan bercerita.
Setiap hari selasa, teman sekelas saya pun bilang: “lo parah bgt sih kalau hari selasa telatnya”
Saya selalu tahu alasannya.
Terkadang saya merasa bodoh, kenapa saya tidak pernah belajar dari pengalaman.
Untuk meninggalkan rumah lebih awal setiap hari selasa
Hingga saya tidak perlu terlambat untuk sebuah cerita yang tidak terlalu saya mengerti.
Tapi sejak kemarin,
saya bersyukur,
saya selalu terlambat kuliah setiap hari selasa
Meski selalu 'terjebak” mendengarkan cerita panjang sang ibu.
Saya berharap kepasrahan saya bisa membuatnya bahagia
Semoga bisa sedikit mengurangi sepi.
Karena sepi ternyata begitu menyiksa.
Saya tahu Ia pasti pernah merasa sepi.
Ia selalu ingin bercerita.
Tak hanya bercerita
Tapi juga didengarkan.
Selasa lalu,
Saya sudah siap berangkat kuliah
Perkiraan saya tidak akan telat.
Saya sengaja tidak menyapa sang Ibu, saya cuma pamit pada housemate saya,
Mendengar suara saya,
Ibu itu mengejar saya.
Ia kembali bercerita.
Padahal saya sudah berdiri di pintu depan.
Saya pun mendengarkan.
Sekali lagi saya terlambat.
Tapi, sekarang saya yakin saya melakukan hal yang tepat
Saya mendengarkan seseorang yang ingin bercerita dan didengarkan
Sementara lebih dari 20 mahasiswa mungkin sudah mendengarkan dosen saya di kelas.
Ia tidak akan merasa sepi.
***
Kemarin,
Saya lupa membuang tumpukan tissue bekas tangisan saya
Menjelang malam, housemate saya pulang.
Saya ketahuan habis menangis cuma karena sepi.
Ia bilang: saya ada kelainan.
Mungkin saja benar.
Mungkin saja mereka yang tertekan oleh sepi punya kelainan.
Ibu kos saya pernah bilang: “pada akhirnya semua manusia akan sendiri..cuma antara manusia dan Tuhan”
Sepi
Kemarin,
Saya benar-benar tertekan.
Saat saya tidak melihat manusia
Saya bahkan mencari-cari kucing jantan yang biasanya saya takuti
Saya tertekan karena
tidak kunjung mendengar suara
tidak pula bisa sembahyang karena saya sedang berhalangan
Saya tidak tahu mau mengadu ke siapa.
Tapi sungguh saya merasa lebih nyaman dengan percaya akan adanya Tuhan
semoga mereka yang menyangkal-NYA bukanlah sebuah 'kelainan'
Dengan kelainan saya, saya berjanji:
Tidak sedetik pun, saya berani membiarkan setiap orang yang saya sayang untuk merasa sepi!
Lantai Dua
Tahun 2007,
Saya dievaluasi pimpinan
Bos saya berkata:
“Hal yang harus dipertahankan dari kamu adalah positive thinking, pengamatan saya dan yang lain: kamu tu dikirim liputan kemana aja survive, balik-balik pasti bawa cerita lucu padahal di sana kita tahu ribetnya gimana...dipertahankan yah itu, inget Ima kata saya: pokoknya dimanapun kamu nanti bekerja/berada, dipertahankan itu, kamu tidak akan takut kemana-mana!”
Entah bos saya masih ingat atau tidak akan wejangan itu,
tapi kalimat tersebut begitu membekas di benak saya.
Tahun 2008,
Saya tidak takut ke luar negeri sendiri.
Padahal dulu saya sangat manja di Jakarta.
Sedikit-dikit saya menghubungi abah saya
Sedikit-dikit saya minta tolong kakak saya
Sedikit-dikit saya mencari teman saya.
Sedikit-dikit saya mencari perlindungan.
Hingga pengalaman singkat menjadi reporter ternyata melatih diri saya untuk lebih berani bergerak sendiri.
Meski saya masih banyak bergantung.
Tapi, para produser tidak pernah letih melatih saya.
Berkali-kali saya ditaruh di program liputan panjang
lebih meletihkan dari program liputan pendek harian.
Lebih stress.
***
Stress!
Oktober 2009, saya terlampau stress.
Hingga saya lupa bagaimana menjadi bahagia.
Stress seperti tanpa akhir sejak saya mengajukan proposal untuk mengerjakan thesis.
Seorang sahabat saya di UI pernah menghibur: “Santai Ima, kayak dulu aja jaman kita kuliah...lo males baca tapi kan lo suka acak milih isu untuk dikomentari, emang udah gabisa kayak gitu lagi?”
Mungkin masih bisa seperti itu
Kalau cuma mencari 'aman”
Tapi tentu saya tidak ingin sekedar aman.
Saya terlanjur berkata: “iya”
Saat Bapak pemberi beasiswa menasehati : “Nanti kamu belajar sungguh-sungguh ya di sana”
Saya pun selalu sedih ketika melihat bukti pembayaran negara buat sekolah saya.
Di sini, Pak konjen pernah berkata: “Kalian belajar sungguh-sungguh ya, dulu untuk ngebiayain saya sekolah, negara pakai duit hutang!”
Saya tidak tahu darimana asal uang sekolah saya.
Yang saya tahu itu nilai yang besar.
Jika dibandingkan dengan penghasilan saya dulu,
Lima puluh tahun saya bekerja, saya baru bisa menghasilkan uang sebesar itu.
Tapi tenyata bukan cuma nilai uang yang besar,
Di sini saya pun menemukan ketakutan terbesar saya.
Saya ternyata sangat takut sepi :'(
…..
Kemarin, saya di rumah sendiri.
Housemate saya pergi ke pantai
Housemate lain sedang ke luar.
Saya di rumah.
Berusaha belajar.
Tugas kuliah saya banyak.
Belum lagi tuntutan thesis.
Sejam-dua jam, saya masih bisa belajar
dengan ditemani tayangan televisi.
Dan alunan musik.
Hingga saya merasa bosan.
Saya melongok ke jendela.
Tidak ada manusia.
Saya melangkah ke halaman depan.
Tidak ada manusia.
Saya pun duduk-duduk di depan.
Sambil berusaha membaca.
Tapi ternyata saya bosan luar biasa.
Berjam-jam saya duduk di luar.
Tidak seorang manusia pun melintas.
Saya stress.
Dulu Pimpinan saya pernah bilang: Ima punya manajemen stress yang bagus.
Tapi kemarin saya tidak mengerti kenapa seseorang pernah menilai saya demikian.
Kemarin,
Saya begitu tertekan ketika tidak mendengar suara.
Bahkan kicauan burung pun tidak ada siang itu.
Saya masuk kembali ke dalam rumah karena matahari semakin terik.
Saya bosan.
Saya ingin menelpon teman.
Tapi saya tahu mereka semua sedang stress dengan tugas dan ujian.
Saya ingin menelpon rumah di Jakarta
Tapi kartu telpon saya sedang habis.
Tanpa saya sadari,
saya mulai menangis.
Satu persatu tissue mulai membasuh muka saya.
Saya tidak menyangka, ternyata saya bisa begitu tertekan oleh sepi.
Ingin rasanya menghubungi Ibu saya
Tapi saya tahu Ia akan menangis.
Saya pun membatalkan niat saya.
Saya memilih merasakan sepi.
Perasaan yang paling tidak disukai oleh Ibu saya.
Beruntung, sempat saya rasakan
saya tidak suka!
tidak ingin lagi merasakannya
Jika bisa,
Tidak seorang pun akan saya biarkan merasa sepi.
***
Sewaktu saya kuliah
Saya hampir tidak pernah di rumah
Setiap hari saya ke kampus
Berangkat pagi
Pulang Malam.
Jika saya pulang lebih awal,
Ibu saya begitu bahagia dan berkata : "Halo...sayang, duh kangen deh sama anak Mama!"
Saya tidak pernah mengerti mengapa Ibu saya begitu; “ah Mama lebay ah..kayak ga pernah ketemu aja”
Meski sering pulang larut,
Saya selalu melihat makanan tertata rapi di meja makan.
Seringkali tidak saya sentuh.
Karena seharian saya makan di luar.
Kalau saya pulang diantar teman-teman, biasanya saya ajak mereka makan malam di rumah.
Esoknya Ibu saya akan bahagia sekali.
Melihat makanan di meja makan sudah tersentuh.
Ibu saya bilang : “senang Mama, kalau makanan nya abis dimakan”
Kini,
Setelah saya bisa memasak, saya baru paham bagaimana senangnya.
Kalau masakan kita tidak cuma dinikmati sendiri.
Karena menikmati bersama bisa menghapus rasa sepi.
Saya dulu tidak pernah tahu berapa lama Ibu saya biasa menanti saya pulang setiap hari.
Menanti makanan di meja makan tersentuh.
Hingga Ia seringkali terlelap dan harus melihat makanan yang sama masih utuh di meja hingga keesokan harinya:(
Kemarin,
Saya baru mengerti mengapa Ibu saya selalu menyambut gembira kedatangan saya.
Karena saya selalu membuatnya merasa sepi.
Setiap saya terburu-buru ke kampus di pagi hari,
Padahal ibu saya bangun lebih pagi untuk membuatkan saya susu dan roti.
Tapi saya lewatkan begitu saja karena saya takut terlambat kuliah
Saya terus membuatnya merasa sepi.
Hingga malam hari.
Hingga keesokan harinya lagi.
Maaf yah ma :(
***
Tak Heran,
Ketika saya kerja,
setiap kali dapat shift siang.
Ibu saya selalu berada di meja makan saat saya hendak berangkat kerja.
Ia akan memanggil dan berkata: “Im, temenin mama makan dulu dong”
Seringkali saya sempatkan karena : “pikir-pikir boleh juga buat berhemat :P”
Semoga saat ini, ada yang selalu menemani ibu saya makan siang .
Karena saya telah mengerti bagaimana sedihnya merasa sepi :(
Tapi mungkin bukan hanya saya, ibu saya, yang tidak suka sepi.
***
Di kos-an saya,
Setiap hari selasa ada seorang ibu yang datang membersihkan rumah.
Setiap kali saya hendak berangkat kuliah.
Ia akan bercerita panjang sekali.
Saya tidak tahu siapa yang diceritakan.
Saya tidak terlalu mengerti apa yang diceritakan
Tapi entah mengapa saya tidak pernah bisa menolak untuk tidak mendengarkannya bercerita.
Ia sangat suka bercerita.
Saat saya masih di kamar pun.
Ia akan mengetuk kamar saya dan bercerita.
Setiap hari selasa, teman sekelas saya pun bilang: “lo parah bgt sih kalau hari selasa telatnya”
Saya selalu tahu alasannya.
Terkadang saya merasa bodoh, kenapa saya tidak pernah belajar dari pengalaman.
Untuk meninggalkan rumah lebih awal setiap hari selasa
Hingga saya tidak perlu terlambat untuk sebuah cerita yang tidak terlalu saya mengerti.
Tapi sejak kemarin,
saya bersyukur,
saya selalu terlambat kuliah setiap hari selasa
Meski selalu 'terjebak” mendengarkan cerita panjang sang ibu.
Saya berharap kepasrahan saya bisa membuatnya bahagia
Semoga bisa sedikit mengurangi sepi.
Karena sepi ternyata begitu menyiksa.
Saya tahu Ia pasti pernah merasa sepi.
Ia selalu ingin bercerita.
Tak hanya bercerita
Tapi juga didengarkan.
Selasa lalu,
Saya sudah siap berangkat kuliah
Perkiraan saya tidak akan telat.
Saya sengaja tidak menyapa sang Ibu, saya cuma pamit pada housemate saya,
Mendengar suara saya,
Ibu itu mengejar saya.
Ia kembali bercerita.
Padahal saya sudah berdiri di pintu depan.
Saya pun mendengarkan.
Sekali lagi saya terlambat.
Tapi, sekarang saya yakin saya melakukan hal yang tepat
Saya mendengarkan seseorang yang ingin bercerita dan didengarkan
Sementara lebih dari 20 mahasiswa mungkin sudah mendengarkan dosen saya di kelas.
Ia tidak akan merasa sepi.
***
Kemarin,
Saya lupa membuang tumpukan tissue bekas tangisan saya
Menjelang malam, housemate saya pulang.
Saya ketahuan habis menangis cuma karena sepi.
Ia bilang: saya ada kelainan.
Mungkin saja benar.
Mungkin saja mereka yang tertekan oleh sepi punya kelainan.
Ibu kos saya pernah bilang: “pada akhirnya semua manusia akan sendiri..cuma antara manusia dan Tuhan”
Sepi
Kemarin,
Saya benar-benar tertekan.
Saat saya tidak melihat manusia
Saya bahkan mencari-cari kucing jantan yang biasanya saya takuti
Saya tertekan karena
tidak kunjung mendengar suara
tidak pula bisa sembahyang karena saya sedang berhalangan
Saya tidak tahu mau mengadu ke siapa.
Tapi sungguh saya merasa lebih nyaman dengan percaya akan adanya Tuhan
semoga mereka yang menyangkal-NYA bukanlah sebuah 'kelainan'
Dengan kelainan saya, saya berjanji:
Tidak sedetik pun, saya berani membiarkan setiap orang yang saya sayang untuk merasa sepi!
Sunday, September 06, 2009
mimpi..
Jika mimpi menyimpan refleksi atas kenyataan,
maka saya ingin bermimpi tentang rumah setiap malam.
Rumah bukan dalam arti wujud.
Tapi Rumah dalam arti Suasana.
Lalu terbangun ketika dini hari,
Karena merasakan aliran air membahasi mata dan pipi,
Saya pun membuka mata dengan kesal,
Saya akan melihat wajah ibu saya yang tersenyum jahil.
Senyum jahil dalam balutan mukena.
Ia akan berkata: "Ayo solat subuh!"
Saya pun mengeluh: "Ah rese ah mama...emang mama kesenengan aja...maen air...ngusilin ima aja, ima kan semalem tidur jam 2 ni...bentar lagi deh"
Ibu saya pun mencari dukungan: "Bah ini anaknya gak mau solat!"
Abah saya pun akan berkata: "Ima bangun Ima!"
Saya pun tidak mau kalah, ikut mencari dukungan: "Iya entar Ima solat abis si adek deh...
dek bangun dek...
adek lebih penting bah dibangunin..dia kan lebih males"
Adek pun ikut terbangun karena percikan air dari gayung Mama: "aaah mamaa aaaah....apaaaan si?"
Sementara saya mencoba untuk kembali terlelap.
Sayup-sayup, saya akan mendengar suara abah saya: "adek ayo solat adek...abah liat adek solat subuh jam 7 melulu"
Adek: "lah kata abah solat subuh kalau baru bangun tidur, gapapa?"
Abah: "uuu....yaudah sekarang bangun..."
Adek: "iya, ntar abis ka'ima...biar gantian aja mukenanya...ga banyak2! ka ima solat ka ima, bangun"
Saya: "iya..nanti abis adek wudhu...kan adek kalau udah ketiduran susah banguninnya"
Abah: "uuu...susah banget ni anak-anak dibangunin...Ali solat Lii!"
Ali: "kok jadi ali si????"
***
Dan saya pun ingin terbangun karena aliran air penanda waktu subuh
Bukan karena aliran air mata :'(
maka saya ingin bermimpi tentang rumah setiap malam.
Rumah bukan dalam arti wujud.
Tapi Rumah dalam arti Suasana.
Lalu terbangun ketika dini hari,
Karena merasakan aliran air membahasi mata dan pipi,
Saya pun membuka mata dengan kesal,
Saya akan melihat wajah ibu saya yang tersenyum jahil.
Senyum jahil dalam balutan mukena.
Ia akan berkata: "Ayo solat subuh!"
Saya pun mengeluh: "Ah rese ah mama...emang mama kesenengan aja...maen air...ngusilin ima aja, ima kan semalem tidur jam 2 ni...bentar lagi deh"
Ibu saya pun mencari dukungan: "Bah ini anaknya gak mau solat!"
Abah saya pun akan berkata: "Ima bangun Ima!"
Saya pun tidak mau kalah, ikut mencari dukungan: "Iya entar Ima solat abis si adek deh...
dek bangun dek...
adek lebih penting bah dibangunin..dia kan lebih males"
Adek pun ikut terbangun karena percikan air dari gayung Mama: "aaah mamaa aaaah....apaaaan si?"
Sementara saya mencoba untuk kembali terlelap.
Sayup-sayup, saya akan mendengar suara abah saya: "adek ayo solat adek...abah liat adek solat subuh jam 7 melulu"
Adek: "lah kata abah solat subuh kalau baru bangun tidur, gapapa?"
Abah: "uuu....yaudah sekarang bangun..."
Adek: "iya, ntar abis ka'ima...biar gantian aja mukenanya...ga banyak2! ka ima solat ka ima, bangun"
Saya: "iya..nanti abis adek wudhu...kan adek kalau udah ketiduran susah banguninnya"
Abah: "uuu...susah banget ni anak-anak dibangunin...Ali solat Lii!"
Ali: "kok jadi ali si????"
***
Dan saya pun ingin terbangun karena aliran air penanda waktu subuh
Bukan karena aliran air mata :'(
Wednesday, July 22, 2009
Klise: sekolah ternyata kebutuhan bukan sekedar kewajiban

Siang itu,
Saya nebeng teman menuju pusat perbelanjaan
Teman saya mau pulang ke rumah.
Saya ada janji di pusat perbelanjaan.
Mendekati pusat perbelanjaan.
Ia meredam laju motornya lantas berujar: “Daritadi gw ngomong kok lo diem aja sih..”
Saya: “Yah gw gak kedengeran kali di belakang…”
Teman: “Oh…gak denger, Hm… sayang ya kita ketemunya telat..
coba dari dulu kita kenal…pas gw masih sma”
Saya: “Iya sayang emang…aturan kan gw kan bisa hemat ongkos bertaun2!
udah berapa coba tabungan gw kalo dari dulu nebeng lo..”
Teman: “Taaaa*!”
Ima: “Hahaha…lo juga!”
Teman: “Haha, Taaa*…yaa, sayang aja gue kenal lo telat…kalau gak kan…”
Ima: “Apaan si…lo dah punya pasangan juga...dah ya gw cabut”
Temen: “Yeee…kenapa si lo? Gw kan cuma ngomong doang!”
Ima: “Sama! gw juga cuman ngomong doang :p”
Temen: “Haha….yaudah gw balik deh…makasi lo mau naik motor gw”
Ima: “Sip, makasi tebengannya…hati-hati”
Temen: “Eh, ima….”
Ima: “Apa?”
Temen: “Lo sekolah jangan tinggi-tinggi, lo perempuan…
jangan sekolah tinggi-tinggi..ntar pada takut”
***
Waktu kecil,
Saya malas sekali sekolah karena tidak suka bangun pagi
Abah saya pasti marah: “Bangun…sekolah!”
Saya pasti protes: “Kenapa si harus sekolah?!”
Abah saya bilang: “Sekolah penting, biar berilmu, mau jadi apa kalau gak sekolah?”
Ima: Oh sekolah biar bisa kerja, biar punya uang?
Abah: “ya mau jadi apa kalau gak sekolah? Kalau gak punya ilmu, harta itu pasti habis, kalau ilmu tidak ada habisnya… orang yg berilmu bisa mencari harta dan mengatur biar hartanya tidak habis”
Saya pun selalu berpikir : Sekolah biar kaya kelak.
Setiap dapat buku baru dari sekolah: saya menuliskan nama saya : Prof. DR. Fatimah Alatas
Hihihi
Saya berhenti menuliskan nama dengan gelar, saat saya meragukan abah saya
Ternyata apa yg saya pahami saat itu tidak sesuai dengan kenyataan.
Mereka yang tidak berilmu seringkali kaya
Mereka yang berilmu tidak selalu kaya
Saya protes: “Gimana si, kok Prof itu…udah profesor rumahnya jelek…
Si itu ga pernah kuliah rumahnya banyak…mobilnya bagus-bagus”
Saya cuma dinasehati: “Sekolah pokoknya penting! Pokoknya wajib sekolah”
***
Setiap hari saya sekolah.
Meski saya malas bangun pagi.
Pagi hari selalu diawali dengan terburu-buru.
Akibatnya saya sering salah pakai seragam
Harusnya pakai rok putih, saya pakai rok merah
Harusnya batik dipakai hari sabtu, saya pakai hari senin.
Saya ingat kalau salah pakai baju hari senin, saya berdiri di lapangan
Bersama mereka yg lupa bawa topi, bawa dasi, dan lain-lain
Beberapa kali saya hampir pingsan kalau upacara karena belum sempat sarapan
Tapi, Beruntung saya pernah sekolah
Di sekolah, Saya belajar untuk tidak mudah dibodohi.
Karena sahabat pun suatu ketika bisa memiliki niat buruk
Waktu SD, Saya selalu memilih duduk di belakang.
Akibatnya, Saya sering lengah dengan apa yang diterangkan guru
Saya ingat sekali, guru saya Pak Mardi pernah menegur: “Iya ima becanda terus di belakang, coba jabarkan singkatan dari Jabotabek?”
Tidak mengikuti pelajaran, saya pun tergagap-gapap : “ee….eee…eee…
Saya mendengar sahabat saya berbisik:
“Ima ima….Jabotabek = Jakarta botak bebek”
Saya tahu dia berbohong
Tapi saya terlalu bodoh dan tidak punya jawaban lain.
Pak Mardi terus menunggu jawaban saya: “Apa ima singkatan JABOTABEK?!! Coba jawab segera!”
Entah mengapa saya terjebak, saya pun menjawab dengan lantang: “JABOTABEK= JAKARTA BOTAK BEBEK!”
Pak Mardi tertawa.
Teman saya tersenyum puas.
Saya malu dan mengumpat.
Waktu SMP,
Dari sekian banyak pelajaran, cuma satu pelajaran yang saya suka.
Pelajaran yang tidak perlu banyak usaha
Cukup melihat dan mengerti
Saya selalu dapat nilai hampir sempurna pada pelajaran tersebut.
Tapi tidak demikian dengan pelajaran lain yang mengharuskan banyak membaca
Tapi beruntung saya pernah sekolah.
Jika setiap manusia secara alamiah memiliki kelebihannya masing-masing
Sekolah, mengajarkan untuk tidak terlalu sombong.
Terlalu yakin dengan kemampuan saya pada pelajaran itu,
Saya selalu menggunakan jam pelajaran itu untuk mengerjakan tugas yang lain.
Hingga suatu ketika, guru saya marah luar biasa,
Saya dicubit di lengan dan di hati.
Ia bilang: “Oooo begini…mentang-mentang selalu dapet angka sempurna, terus bisa se-enaknya ga merhartiin pelajaran saya, iya gitu?
Berani sekali kamu, sombong sekali! Lain kali tidak usah ikut pelajaran saya, di luar lebih baik!”
Saya terkejut, malu.
Saya pun minta maaf.
Pulangnya saya menangis.
Saya menangis karena kelebihan tertentu telah membuat saya menyakiti sang guru
Beruntung,
Sekolah mengajarkan untuk memanfaatkan kelebihan tanpa berlebihan.
Sekolah mengajarkan untuk memanfaatkan kelebihan untuk menghormati bukan untuk menyakiti!
Waktu SMA,
Saya suka sekali sekolah.
Karena sekolah menjadi ladang perdagangan yang menguntungkan :p~
Setiap hari, tas saya berat.
Tapi isinya tidak pernah buku, melainkan barang dagangan
terkadang, isinya puluhan koleksi vcd abah saya yang saya sewakan pada teman-teman
terkadang, isinya aneka ragam dagangan saya
Sebut saja parfum, kosmetik, sepatu, makanan dan lain-lain
Saya terus mengembangkan hobi, hingga bangku kuliah.
Dulu,
Kuliah di jurusan non-eksakta seringkali membuat saya merasa bodoh.
Beruntung kuliah mengajarkan untuk tidak pernah merasa bodoh.
Di kampus UI,
Saya punya satu dosen favorit.
Orangnya bijak
Nilai saya tidak pernah bagus pada pelajaran sang dosen.
Tapi Ia tidak pernah membuat saya merasa bodoh.
Saya ingat suatu hari Ia pernah berkata:
“Jika seseorang tidak bagus pada suatu bidang, maka bukan berarti dia bodoh,
Karena dia pasti pintar di bidang yang lain”
Pada suatu ketika,
Ia membagikan hasil ujian.
Satu kelas mendadak tegang.
Karena itu pelajaran paling susah saat itu.
Buat banyak teman susah dari segi materi.
Buat saya sulit dari segi materi dan bahasa.
Saya ingat, saya tidak bisa mengerjakan ujian.
Karena saya tidak mengerti apa yang saya pelajari.
Semalam sebelum ujian, saya terus menghapal
Tapi saya menghapal dalam bahasa yang saya tidak tahu maknanya.
Ketika ujian,
Saya tidak mengerti arti pertanyaan.
Tidak pula mampu menjabarkan pikiran saya dalam bahasa asing.
Saat tiba giliran kertas ujian saya dibagikan,
Saya melangkah lemas.
Saya tahu pasti dapat jelek.
Saya melirik kertas ujian saya,
Nilai saya jauh dari cukup. Dibawah 20 , skala 100
Dosen saya berkata: “Aduh ima, bagaimana si kamu?”
Saya menyiapkan telinga untuk makian sang guru.
Ia meneruskan: “Kamu pasti gak belajar ya?”
Saya menjawab: Saya belajar bu….
Belum sempat saya meneruskan kalimat saya,
Ia berkata: “Mana? kamu pasti ga belajar…kamu tahu..kalau kamu belajar…kamu bisa lebih baik dari ini…saya yakin!”
Ia pun mengembalikan kertas ujian saya.
Saya menerima lembaran sembari tersenyum.
Saya suka cara dosen saya : cara orang berpendidikan.
Jika kepintaran dan pemahaman bisa diukur dengan angka
Maka angka ujian saya menunjukkan ketidakpahaman dan kebodohan.
Tapi orang berpendidikan tahu cara tepat untuk menempatkan orang bodoh tanpa harus membuat mereka merasa bodoh.
Saya kembali ke bangku saya.
Melihat kertas ujian saya.
4 halaman polio..
hanya halaman depan dan belakang yang saya isi…
Dua halaman di tengah…kosong tanpa jawaban.
Teman-teman tertawa terpingkal-pingkal: “Yah mending gw…biar dapet belasan…tapi 4 halaman di isi, hahaha”
Saya ikut menertawakan kebodohan saya.
Tapi,
Diantara kami yang tertawa…
Ada mereka yang menangis.
Mereka yang telah berusaha keras, tapi tidak juga mendapatkan nilai baik
Mereka yang selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik.
***
Maret 2006,
Saya menghadiri wisuda kakak saya di salah satu institut swasta.
Ini bukan institut negeri, ataupun institut favorit
Tapi, hari itu semua mahasiswa bahagia mendapat gelar insinyur.
Dan di institut inilah, saya mendengar salah satu pidato terbaik.
Pidato Pak Habibie.
Diatas podium, Ia berkata:
“Hari ini kalian lulus, bersama dengan ribuan sarjana lain di Indonesia...
perjuangan kalian belum selesai...kalian masih harus bersaing dengan lulusan perguruan tinggi negeri, lulusan luar negeri…dan lain lain…
tapi Jangan takut..
hidup bukan Cuma untuk mereka yang terbaik…. hidup juga untuk mereka yang mau memanfaatkan kesempatan!”
***
Ramadhan 2007
Saya ditugaskan untuk berkunjung ke kampung para pengemis.
Di sana saya mengenal Ibu Sartinah dan keluarganya yang ramah :)
Usia Ibu Sartinah melebihi separuh baya
Setiap hari Ia mengemis di sepanjang jalan pasar minggu
Sementara sang suami yang lumpuh bertugas di stasiun Depok Lama.
Selepas subuh, Sartinah telah siap bekerja
Dengan mangkuk kecil Sartinah melintasi satu kios ke kios lainnya di pasar minggu.
Saya tanya pada Sartinah: “Bu, mengemis itu kata orang hina, dari sekian banyak pekerjaan, kenapa memilih untuk mengemis?”
Sartinah bilang: “Abis saya mau kerja apa neng? Saya gak pernah sekolah…mau kerja jadi pembantu gak bisa..gak ada orang yg mau nerima nenek-nenek kayak saya”
Sartinah benar.
Lapangan pekerjaan yang tersedia tidak bisa memberdayakan Sartinah.
Tapi Sartinah tetap bisa hidup
Pendapatan Sartinah setiap bulannya setara dengan standar gaji lulusan S-1 Universitas Indonesia.
Dengan kapasitas ‘tidak pernah sekolah’, Sartinah bisa menghidupi 4 orang anaknya dan suaminya yang lumpuh karena Sartinah bisa dan mau memanfaatkan kesempatan.
***
Sartinah pun menjadi salah satu inspirasi saya untuk memanfaatkan kesempatan.
Saya sekolah lagi,
Nilai saya biasa-biasa saja.
Dua kali, saya kecewa karena cuma mendapat nilai ‘rata-rata’ , terkena penalti sekian persen akibat tidak disiplin.
Tapi,
Beruntung sekolah mengajarkan saya untuk belajar menerima konsekuensi dari melanggar peraturan.
***
Hari minggu kemarin,
Saya menonton tayangan dokumenter berbagai peristiwa peledakan di Indonesia.
Pada tayangan tersebut, saya melihat seorang pelaku peledakan di tahun 2000, diwawancara.
Jurnalis: “Apa bapak tidak tahu bahwa perbuatan itu melanggar hukum?”
Pelaku bilang: “Saya tidak tahu, saya tidak mengerti yang gitu-gitu!”
Jurnalis: “Apa tidak ada perasaan bersalah?”
Pelaku: “Yah semua pasti bilang saya bersalah….tapi kan wallahualam, cuma Allah yang tahu”
Saya terperangah.
Orang ini tidak mengerti, tapi berani sekali melakukan aksi berbahaya
Seandainya saja mereka pernah mengalami proses untuk mengerti, mungkin keberanian akan berujung pada proses yang menguntungkan bukan membinasakan
Orang ini perlu sekolah.
***
Jika dunia penuh dengan kebodohan
Sekolah mengajarkan untuk tidak mudah dibodohi
Jika dunia dianugerahi dengan potensi,
Sekolah mengajarkan untuk tidak berlebihan dalam memanfaatkan potensi.
Sekolah bahkan mengajarkan untuk memanfaatkan potensi tanpa menyakiti orang lain.
Tidak ada yang perlu ditakuti dengan menjadi berpendidikan.
Pengalaman saya selama menempuh pendidikan hingga saat ini,
Tidak pernah membawa saya menjadi yang terbaik.
Mungkin bukan atau belum kapasitas saya.
Tapi saya selalu ingat kalimat Pak Habibie
Habibie bilang:
“Hidup bukan hanya untuk mereka yang terbaik, tapi juga untuk mereka yang MAU memanfaatkan kesempatan”
Saya sepenuhnya sependapat.
Dan sekolah menciptakan kesempatan untuk mereka yang bisa dan mau menjadi lebih baik :)
Subscribe to:
Posts (Atom)