Saturday, January 16, 2010

dia


Seminggu yang lalu,
Teman lama saya menyapa di Facebook: “Apa kabar Im? Kapan pulang ke Jakarta? Ada YM ga? Add gue yah…
Saya bilang: “hey…kabar gue baik..agak sedih sih harus belajar..sementara semua liburan!”
Ia membalas: “gapapa im, yang penting kita tetap kuliah, wujudkan impian kita! :) “
***
Kita?
?
***
Teman saya itu sejak dulu memiliki banyak mimpi.
Terlalu banyak hingga saya tidak pernah mengerti.
Ia selalu ‘baik’ pada saya.
Rajin mengucapkan kalimat-kalimat yang ‘Indah’,

Seringkali Ia bilang saya cantik
Tapi Ia akan mengeluh ketika ada jerawat di wajah saya.
Ia akan bertanya: "kok kucel sih?" , setiap kali penampilan saya tidak rapi.
Setiap malam pun Ia mengirim pesan pendek.
Seringkali Ia menelpon.
Meski seringkali tidak terjawab,
Tetap saja Ia baik.
Baik khas ‘lelaki’
***
Menjelang keberangkatan ke Melbourne, saya menyempatkan diri bertemu dengan teman-teman.
Saya lantas mendapat banyak bingkisan.
Dari sang teman lama, saya menerima banyak hadiah.
Salah satunya: sebuah pin dengan foto dirinya disertai tulisan: “admiring you”.
Seorang teman lain juga datang menghampiri memberikan dua buah cake besar.
Ibu saya tersenyum: “waah, baik banget yah teman-teman ima… cake nya beli di toko mahal lagi…ini cake 2 loyang..dari satu orang Im?
Saya mengangguk: “Iya, emang teman Ima baik-baik”
Ibu saya menggoda: “ah, masa sih cuma teman, teman apa ‘teman’?
Saya pun menjawab tegas: “Teman!”
***
Teman,
Sejak kecil saya suka berteman.
Kakak laki-laki saya lah teman pertama saya.
Ia selalu mengajak saya bermain: sepeda
Pukul-pukulan
Balap lari
Merakit tamiya
Mengoleksi kartu NBA
Hingga bermain video game.
Hingga saya bisa mencari teman sendiri.

Terbiasa berteman dengan kakak saya, saya pun merasa lebih cepat akrab dengan kaum lelaki.
Hampir seluruh teman saya pernah saya kenalkan pada orangtua saya,
Tapi sewaktu saya ke Melbourne.
Entah kenapa: Abah saya begitu rajin menasehati.
Ia pun seringkali bertanya ketika melihat foto saya dengan teman laki-laki di facebook.

Pernah suatu ketika Ia marah: “Ima, itu foto berdua sama siapa? Ingat yah amanat abah. Dan Ima jangan kebanyakan main sama anak laki! Jangan lupa sholat, ratib dan Qur'an dibaca”

Saya tahu maksud abah saya.
Amanat itu pun tidak akan saya langgar.
Saya lantas membuka facebook.
Melihat foto yang dimaksud.
Rupanya foto bersama teman yang tidak begitu saya kenal.

Kala itu saya menghadiri sebuah acara.
Seseorang mengajak berfoto.
Saya pun tidak menolak.
Beberapa hari kemudian: Foto itu ada di facebook.
Hingga Abah saya melihatnya dan protes.
Saya pun menjelaskan:
“Tenang bah, Ima baru kenal orang itu, Cuma ketemu sekali di suatu acara. Foto itu gak ada artinya, Cuma terkadang orang yang melihat suka memberi arti sendiri. Ima udah tahu asal usul sekarang, Qur'an dan ratib tiap hari dibaca, Insya Allah tidak akan mengecewakan keinginan abah”
Alhamdulillah!, jawab Abah saya.
***
Sejak kecil saya terbiasa melihat orangtua saya beribadah.
Ibu selalu selalu mengaji di pagi hari,
Mengerjakan tahajud di kamarnya.
Ia pun seringkali memarahi anak-anaknya yang malas beribadah: “Susah anak jaman sekarang dibilangin, kalau ada rejeki, Mama pengen ngajak anak-anak liat Ka’bah, biar kebuka tuh pikirannya!”

Sementara Abah hampir tidak pernah marah.
Ia hanya rajin mengingatkan untuk mengerjakan sholat 5 waktu
Tapi, setiap hari saya melihatnya beribadah ketika pagi, siang, malam hingga menjelang pagi datang.
Abah pun rajin membaca Qur'an di ruang keluarga
mengerjakan sholat tahajud di kamar saya dan adik saya
memutar sholawat Nabi di mobilnya
membaca berbagai doa dan kitab dimana saja.
Saya tidak pernah tahu pasti kitab apa saja yang Ia baca.

Tapi Abah seringkali menaruh ‘barang-barangnya’ di kamar anak-anak.
Hingga anak-anaknya seringkali protes.
Tapi Ia selalu saja mengulanginya.
Saya, kakak, dan adik pun menyebut CD-CD berisikan sholawat rasul sebagai “lagu abah”.He
Buku-buku kumpulan doa sebagai “buku abah” he.
***
Setiap perjalanan pagi ke sekolah,
Abah selalu duduk di kursi depan.
Saya dan adik selalu bernyanyi lagu populer di kursi belakang.
Di sela-sela nyanyian kami: abah selalu menoleh ke kami lantas berkata: “tolong ambilkan buku abah”
Ketika kami bernyayi,
Ia pun selalu membaca bukunya, buku yang jika dibaca terdengar seperti orang berdoa atau mengaji.
***
Hingga ketika saya hendak berangkat ke Melbourne,
Ia menyelipkan salah satu bukunya ke tas saya: “Itu Ratib, dibaca yah entar di sana, jangan gak dibaca”
Saya bingung: “yah buat apaan bah ratib? Ima udah bawa Qur’an kok...Ima gabisa baca arab gundul lagian..ratib isinya arab gundul kan?”
Abah saya tersenyum: “Yee..kata siapa arab gundul? Abah udah beliin yang Ima bisa baca pokoknya!”
***
Di hari awal saya di Melbourne pun saya mulai membuka ratib,
Isinya rupanya kumpulan dzikir dan doa.
Dengan bacaan yang harus diulang-ulang dengan hitungan tertentu.
***
Hingga suatu hari,
Di mobil seorang teman, saya melihat sebuah alat penghitung seperti yang biasa saya lihat di rumah Jakarta.


Itu kali pertama saya menumpang mobil teman itu.
Saya pun belum terlalu kenal dia.
Melihat alat penghitung itu saya spontan bereaksi: “iiih, ada itu!”
Ia lalu memberikannya pada saya.
Saya pun senang.
Dalam hati saya berkata: “akhirnya bisa benar juga bacaan ratib gue” he.
Selama ini saya tidak pernah yakin setiap kali mengulang bacaan dzikir dalam ratib.
Senang rasanya ketika saya bisa mengerjakan amanat abah dengan yakin dan pasti,
Pasti ...karena saya telah memiliki alat penghitung yang saya dapatkan dari seorang teman baru.
***
Teman baru,
Tapi tidak berasa seperti orang asing.
Hampir satu dekade yang lalu, teman saya pernah bertanya: “Ima, menurut lo kapan seseorang bisa lo anggap teman?”
Kala itu saya menjawab: “saat gue tetap bisa merasa nyaman meski gue diam di sebelahnya. Saat gue tidak mencari-mencari obrolan meski suasana hening saat itulah gue merasa nyaman berteman!”
***
Minggu pertama December 2009,
Saya sedang menginap di rumah Dira.
Siang itu,
Saya buru-buru ke uni,
Karena waktu saya untuk mengerjakan proposal thesis tinggal sepekan.
Saya sudah bosan mengerjakan proposal thesis.
Selalu saja gagal .
Membuat saya menangis karena merasa usaha saya sia-sia.

Siang itu,
Sehabis mandi
Saya pun buru-buru ke kampus seketika
Saya berpakaian seadanya.
Mengenakan kaos, jeans robek dan sandal jepit.


Saya bahkan Tidak menyisir.
Amburadul!
Jika Abah dan Mama saya melihat: Mereka pasti tidak membiarkan saya ke luar rumah.


Ketika sampai di Uni,
Suasana kampus begitu sepi.
Amanlah, tidak akan ada teman yang melihat saya berantakan :P
Saya pun mencari bahan yang saya perlukan di perpustakaan.
Ketika menyusuri rak buku di lorong lantai tiga,
Seorang lelaki tersenyum kepada saya.
Saya tidak kenal siapa dia.
Saya pun terus melangkah.
Mungkin saja Ia tersenyum pada orang di sebelah saya.
Hingga Ia memanggil nama saya.
Saya pun menoleh.
Ia terus tersenyum.
Saya bingung.

Pria di depan saya lantas menyebut namanya.
Ia menyapa dengan ramah: “how are you? How’s your thesis?
Dalam bingung, saya pun membalas pertanyaan pria berkacamata ini.
Saya tidak bisa melihat jelas mukanya.
Wajahnya tertutup janggut dan rambutnya yang lebat.
Seperti saya, sepertinya hari itu Ia tidak menyisir:P

Sosok lelaki tinggi dalam balutan kaos hitam dan celana pendek terus berbicara di hadapan saya.
Saya berusaha mengingat *dimana yah saya pernah kenal dia*
Asing...
Tapi, entah mengapa saya merasa berbincang dengan seseorang yang mengenal saya.
Ia bilang pernah beberapa kali melihat saya sebelumnya.
Hingga Ia berkata: "I am Y's brother!"
Saya tersenyum: “Oh…Y! :)
***
Y adalah salah satu teman yang saya kenal ketika pertama sampai di Melbourne.
Saya baru sekali bertemu dengannya.
Anaknya ramah sekali.
Pertengahan tahun lalu, Ia mengajak saya bertemu di Moomba Festival.
Tapi kami batal bertemu karena HP Y hilang di perjalanan.
***
Bulan November 2009,
Y menyapa saya di Facebook: “hey, apakabar?”
Saat itu saya sedang sedih:
“sedih nih.. stress bikin thesis..harus belajar terus ..malah teman-teman banyak yang liburan....sepi deh:(. Saya ingin main ke rumah om tante tapi mereka sedang naik haji”
Y bilang: “main-mainlah ke rumah, nanti aku temani kamu jalan-jalan, jangan sedih!”
Saya pun menyambut:
“asyik... iya,nanti saya main…saya lagi kangen liat suasana keluarga…mungkin kalau liat suasana rumah kamu saya bisa senang…saya kangen lihat sebuah keluarga berinteraksi”
***
Tak disangka, di awal December saya bertemu kakaknya Y di Perpustakaan.
Seperti Y, kakaknya pun ramah.
Meski baru pertama bertemu, Ia bilang: “Main-main lah ke rumah, kita baru pindah, masih berantakan..tapi main-main lah”

Saya pun lantas melanjutkan mencari buku-buku saya.
Hingga saya bertemu lagi dengannya di lantai dasar perpustakaan,
Kami pun berbincang-bincang di taman depan perpustakaan,
Ia lantas menanyakan thesis saya dan berkata:
“pasti susah yah buat kamu nulis dalam bahasa inggris… tapi tulisan kamu bagus… maksud saya notes-notes kamu di Facebook”
Saya bingung seketika: “Kamu paham bahasa Indonesia?”
Ia mengangguk: “Ya, meski ada beberapa kata yang tidak paham”

Kami lantas berpisah.
Sebelum berpisah Ia berkata: “Mungkin minggu depan kalau bisa dinner, I’ll pick you up!
Saya heran dengan undangan orang asing di depan saya tapi anehnya kala itu saya tidak menolak ,he..: “OK..nanti saya telpon Y, adik kamu!”

Sesampainya di rumah, saya pun bercerita pada teman saya,
Saya bertemu orang asing.
Tapi tidak berasa asing.
Saya pun mengiyakan ajakannya untuk dinner suatu saat nanti.
Teman-teman saya pun menggoda: “cieeeeeeeeeee…….”
Saya menanggapi dalam ragu: “ciee apaan..paling basa-basi…orang gue tadi gembel berat…amburadul gitu..nih lo liat sendiri..”
Teman-teman saya tertawa: “Hahaha…iya hari ini lo berantakan..tapi gapapa kan jadi tau lo aslinya..hahaha”
Saya pun tertawa: “Sial..haha”
***
Beberapa minggu kemudian,
Ajakan untuk dinner pun datang.
Saya sempat berpikir untuk mengajak teman agar tidak canggung,
Saya sempat bingung ketika tahu teman baru saya mengundang saya untuk dinner di rumahnya, bersama Ibu dan adiknya.
Saya pun bercerita pada teman saya.
Mereka heboh seketika: “Waaaaaaaaaaaa Ima lo ketemu cowo baik-baik!”`

Sehari sebelum dinner,
Saya ke perpustakaan bersama Nisa, housemate saya,
HP saya berdering tapi tidak sempat terangkat.
Nisa bertanya: “Siapa?”
Saya menggeleng: “gak tahu…gak kenal nomornya”
Saya pun lantas mendengarkan pesan suara : “Oh Ibunya itu..teman yang gue baru kenal, ibunya nanya soal dinner besok”
Nisa pun heboh: “wah….kok ibunya nelpon? Waaaaaaaaah….!”

Saya lantas mengajak Nisa untuk pergi bersama: “Udah lo ikut aja yuk, temani gue besok, mereka kayaknya baik kok..gue belum terlalu kenal aja diajak makan ke rumah..kayaknya emang ramah banget!”
Tapi Nisa lantas menolak ajakan saya untuk ikut makan malam bersama di rumah sang teman baru.
***
Keesokan harinya, saya pun tiba di rumah teman baru saya.
Kala itu saya sudah menyisir rambut saya.
Ia pun telah mencukur janggut dan rambutnya yang lebat.
Rapih :)
Sebelumnya, saya merasa tidak mengenakan pakaian yang pantas untuk sebuah undangan makan malam.
Karena pakaian saya sudah lusuh.

Sesampainya di sana,
Teman saya mengganti celananya dengan sarung.
Sementara ibunya mengenakan pakaian rumah.
Sederhana :)

Ibunya tiba-tiba berkata: “lucu baju Ima!”
Saya bingung: “yah tapi udah belel..udah jelek”
Ibunya tersenyum: “justru semakin enak kan semakin belel!”
Saya pun tersenyum :)
Ingin rasanya saya mengangkat jempol saya dan berkata : “benar sekali tante! Emang makin belel baju makin top !” :P
Hahaha. Tapi tentu saya tidak melakukan itu.

Tapi menyenangkan rasanya,
Menemukan seorang ibu yang berpikir demikian.
Karena ibu saya selalu marah ketika melihat saya suka mengenakan pakaian lusuh.
Malu kalau dilihat orang katanya.
***
Mungkin hanya kepada keluarga saya sajalah, saya tidak pernah merasa malu dalam bersikap.
Tapi anehnya malam itu pun saya tidak malu ketika tidak mampu menghabiskan makanan di piring saya.
Bukan karena tidak enak,
Tapi tenggorokan saya sedang sakit, hingga saya kehilangan nafsu makan.
Makanan saya pun tidak saya habiskan ketika saya diundang makan di rumah orang.
Tidak sopan :(

Tapi entah kenapa saya tidak merasa sungkan,
Mungkin karena hari itu saya melihat suasana keluarga yang penuh canda,
Lucu.
Ramai.
Menyenangkan.
Seperti suasana keluarga saya.
Penuh tawa dan apa adanya.
Tidak dibuat-buat.

Menit pun berlalu dengan cepat,
Teman saya lantas meminta izin dengan sopan: “Boleh saya antar Ima pulang”
Saya mengangguk.
Saya sempat terpana ketika melihat dia mendengarkan perintah Ibunya dan mengerjakannya seketika.
Patuh :)
***
Di perjalanan pulang,
Saya tidak banyak berbicara.
Saya diam karena telalu mengantuk setelah menengguk obat flu.
Saya pun mencoba tidur tanpa perasan bersalah disetiri teman baru di sebelah saya.
Hahaha.
Sepertinya Saya berlaku menyebalkan . Tapi saya terlalu mengantuk :P

Entahlah,
Mungkin saya tidak sopan tidur di mobil teman yang baru saja saya kenal,
Tapi saat saya bisa diam tanpa merasa canggung,
Saat itulah saya tahu bahwa saya merasa nyaman dengan seorang teman.
***
Teman yang asing.
Tidak berinteraksi dengan saya sesering teman-teman lainnya.
***
Beberapa minggu yang lalu, Ia sedang menuju Uni.
Dia pun mengirim pesan pendek kepada saya : “are you at uni?”
Saat itu saya sedang tidak di Uni, saya sedang di perjalanan.
Ia bilang: "Oh i'm at uni now to library. thought i'd disturb you if you were there. I won't be staying. See you another time I guess. goodluck with thesis."
Diingatkan tentang thesis, saya pun membalas SMS sembari meminta kesediaannya untuk mengoreksi grammar bahasa inggris pada draft thesis saya kelak.
Dia pun tidak menolak.

Hingga suatu malam,
Saya terbangun di tengah tidur.
Saya melihat HP: Ah masih pukul 2.00 pagi.
Di layar HP, saya melihat lambang amplop.

Rupanya dua jam yang lalu,
Ada sms masuk.
Dari si teman baru.
Ia bilang: “When are you sending me your draft?”

Saya panik seketika.
Sepertinya supervisor thesis saya bertambah satu.
Haha

Saya pun membalas smsnya meminta maaf karena saya belum mengerjakan apa-apa.
Saya membalas SMS di waktu banyak orang tertidur.
Saya pun mencoba melanjutkan tidur hingga HP saya berbunyi tak lama kemudian.

SMS balasan dari teman saya: “No worries, just wondering. I thought you were going to send it to me soon”

Seketika, saya pun tidak lagi mengantuk.
Saya mencoba melanjutkan tidur tapi tidak mengantuk.

Hingga,
Untuk pertama kalinya, saya mendadak mengerjakan sholat tahajud di Melbourne.

Solat Tahajud
Atas keinginan sendiri!
Bukan disuruh Mama, meski telah ribuan kali Ia menasehati saya.
Selesai sholat,
Saya pun lantas membalas sms teman baru saya.

Teman saya yang asing,
Tapi tidak pernah berasa asing.
Minim dalam berinteraksi,
Tapi anehnya,
Berinteraksi dengannya selalu membawa saya mengerjakan apa yang seharusnya saya kerjakan!

Dia,
Istimewa!

Bukan hanya karena Ia rupawan
Ramah
Patuh pada orang tua
Lucu
Sederhana
Sopan
Tapi,
karena Ia mampu mendekatkan orang lain pada sesuatu yang baik :)

Dia ...

4 comments:

  1. imaaaaa.... aku suka tulisanmuuuu...

    hehehe, he's a good man. keep up the good work with him ya.. jodoh gak ada yang tau :)

    huaaaahh..kok baru sekali doang tahajud di melben ni anak. hihihi..

    aku doain yang terbaik yaaaa... keep me posted with your stories!!!! :)

    ReplyDelete
  2. dia....itu siapa yaaaa.
    sepertinya sempurnaaa.
    prikitiw. ;)

    ReplyDelete
  3. nand and dira: hehe..siapa ya? blon terlalu kenal juga si...tapi baik..dan bikin produktif..ini sampai jadi tulisan.he

    ReplyDelete
  4. Anonymous5:58 PM

    Imaaa, Semoga beneran mendapat MASTER dan MISTER hehehe

    ReplyDelete