Tuesday, January 05, 2010

Kitab penuh 'warna'



Beberapa hari yang lalu,
Ketika bangun tidur,
Tidak biasanya, Saya melihat Qur’an besar di meja room mate saya.

Saya tanya pada teman saya: “Punya lo?”

Teman saya menggeleng: “Bukan, punya mba In gue pinjam…soalnya Qur'an gue gak kayak Qur'an pada umumnya…bukanya dari kanan..jadi gw gak biasa, agak aneh bacanya!”

Saya menggangguk sambil terus menatap Qur’an itu.
Sebenarnya Qur’an ini sama saja seperti Quran pada umumnya.

Tapi ada yang menarik.
Di lembaran-lembaran halaman Qur’an, setiap sisinya penuh dengan tempelan kertas warna-warni.
Tanda sering dibaca dan ditandai.
Saya teringat saya pernah melihat kitab yang ditempeli tempelan warna warni seperti ini.

Tapi bukan Qur’an.
Saya lupa bagaimana pembacanya menyebut kitab itu

***

Ketika baru sampai di Melbourne,
Pertama kali saya naik tram 19 di akhir pekan,
Saya di sapa seorang perempuan yang ramah.
Usianya kurang lebih 50 tahun.
Rambutnya sebahu.
Mengenakan kemeja warna biru.

Ia duduk di sebelah saya.
Mengajak saya berbincang-bincang.
Tentu saja saya senang ada teman ngobrol di tram.

Ia lantas memperkenalkan kepercayaan yang Ia anut.
Sebuah agama yang belum pernah saya dengar.

Ia mulai menjelaskan tentang agamanya, lalu mengeluarkan sebuah kitab kecil.
Membacakan saya beberapa kalimat.

Pada waktu itu entah mengapa saya merasa deg-degan.

Dulu, saya pernah penasaran dengan agama lain dan membaca kitab lain selain Qur’an

Tapi entah kenapa ketika seseorang membacakan kitab lain kepada saya.
Saya jadi was was sendiri. … *duh gw masih muslim kan nih? He*

Ia terus membacakan sesuatu tentang Tuhan
Saat itu saya sedikit takut mendengarkan, tapi saya tidak bisa tidak mendengarkan.

Ia lantas bertanya: “Lalu bagaimana, kamu masih percaya sama agama kamu, atau mau percaya sama agama saya? Karena kalau umat manusia tidak percaya sama Tuhan yang benar, doa-doa yang mereka panjatkan tidak akan sampai ke Tuhan, melainkan sampai ke Setan!”

Saya terkejut.

Ketika saya hendak turun di Flinders Station, Ia kembali bertanya tentang keyakinan saya : “Jadi gimana?”

Merasa terdesak, saya cuma bisa berkata: “Saya muslim dan sebagai muslim saya yakin kalau agama yang saya yakini sudah cukup buat saya, itu saja yah..sampai jumpa!”

***
Selama saya tinggal di Coburg,
Saya sering kali bertemu dengan dia.
Ia selalu ramah.

Saya pun tidak keberatan berbincang-bincang dengan dia.
Tapi saya selalu berusaha memulai pembicaraan.
Karena saya tidak tertarik didesak soal keyakinan.

Dari bincang-bincang selama di tram
Saya tahu Ia imgiran asal Filipina.
Sudah puluhan tahun di Australia.
Tidak terlalu suka tinggal di Melbourne.
Tapi tidak punya pilihan lain.
Karena di Melbourne, Ia merasa bisa hidup lebih layak.

Ia bekerja di Royal Melbourne Hospital.
Sebuah rumah sakit di seberang kampus saya.
Tinggalnya di sebuah rumah dekat stop 38 , Coburg.
Dekat dengan tempat tinggal saya.
Tak heran, saya seringkali bertemu dengannya di tram 19.

Ia punya dua orang anak.
Seorang laki-laki, Seorang perempuan.
Semuanya berada di Filipina.
Di sini, Ia tinggal bersama suaminya.

***

Semester lalu,
Kuliah saya tidak sepadat semester sebelumnya.
Saya pun tidak terlalu sering bertemu dengannya,
Tapi setiap selasa siang,
Saya pasti bertemu dengan nya.

Karena setiap hari selasa, Ia bekerja pada shift sore.
Shift sorenya di mulai jam 3.00.
Berbeda tipis dengan jam kuliah saya.
Setiap saya berangkat kuliah, Ia pun hendak bekerja.

Beberapa bulan yang lalu,
Ketika menunggu tram, saya melihatnya berjalan ke arah stop 38.
Seperti biasa, Ia selalu menyapa saya dengan ramah.

Waktu itu gempa baru saja terjadi di Indonesia, tepatnya di Padang.
Ia lantas bertanya: “Hei, kamu apa kabar? di tv saya lihat ada gempa di Indonesia? Apa keluarga kamu baik-baik saja?”

Saya bilang: “ya, untunglah mereka baik-baik saja. Gempa itu terjadi di pulau Sumatera, sementara keluarga saya menetap di Pulau yang berbeda, di Jawa”

Ia lantas bercerita bahwa di Filipina juga terjadi gempa,
Namun, Keluarganya kurang beruntung.
Rumah anaknya hancur berserta seluruh isinya.

Tapi ia bilang: “Tak apalah, harta bisa dicari, yang penting semua keluarga selamat. Itu yang paling utama!”

Saya mengganguk.
Ketika tram datang,
Kami pun duduk berdampingan *hehe..sahabat saya di tram 19..he*

Ia lantas bertanya: “hmm…tentang peristiwa gempa ini, apa kata Qur’an?”

Semalam sebelumnya kebetulan saya chatting dengan adek saya.
Adek saya bercerita bahwa Ia menerima sms tentang hubungan Qur’an dan peristiwa gempa di Indonesia.
Sms itu kira-kira menyimpulkan suatu ‘analisis’ tentang bagaimana terjadinya gempa bisa dijelaskan dengan ayat-ayat Quran.

Tapi karena saya belum mencari tahu, saya pun cuma menjawab: “Jujur, saya kurang tahu, apa yang tertulis di Qur’an soal peristiwa-peristiwa gempa ini, ada beberapa pendapat, tapi saya belum cek, yang saya tahu sebagai muslim saya percaya bahwa Tuhan adalah sebaik-baiknya penolong, jadi yah tidak perlu terlalu khawatir!”

Seperti biasa, Ia lantas mengeluarkan kitabnya.
Berusaha menjelaskan pada saya apa yang tertulis di kitabnya.
Ia sangat antusias.

Ketika itu pula saya tahu, bahwa sebagai pengikut sebuah kepercayaan Ia benar-benar mendalami.
Tidak hanya mendalami, Ia sangat bersemangat untuk menjelaskan kepada khalayak tentang apa yang ditahuinya.

Sepertinya, Pengetahuan tentang agamanya sangat luas dan itu semua bersumber dari kitab.

Kitabnya kecil.
Sudah lecek,
Tidak hanya lecek, tapi penuh dengan warna stabilo
Tidak hanya stabilo, di pinggiran setiap lembar pun ada tempelan warna-warni bertuliskan beberapa ‘keywords’

Saya terpana melihat kitabnya.
Luar biasa pikir saya.

Di sela-sela penjelasannya, saya iseng bertanya: “Kenapa kamu begitu semangat menjelaskan tentang agama kamu pada saya? Kan kamu tahu saya muslim dan sudah merasa cukup dengan kepercayaan saya”

Ia berkata: “Karena sebagai pengikut agama, sudah menjadi kewajiban saya untuk menyampaikan semua yang saya tahu. Kamu tahu tidak, seluruh sistem yang ada di dunia ini adalah tipuan. Itu produk setan!”

Saya tersentak: “hmm…saya salut dengan kegigihan kamu mempelajari agama…tapi saya kurang setuju kalau kamu bilang seluruh sistem di dunia itu produk setan. Jika seluruh sistem di dunia adalah produk setan, maka saya, kamu, seluruh manusia belajar dengan sistem pendidikan buatan setan. Agak aneh rasanya kalau kamu belajar membaca lalu memahami kitab melalui sistem pendidikan yang disusun setan?”

Ia termenung sejenak, lantas membolak balik kitabnya: “sebentar yah, pertanyaan kamu ada jawaban nya di kitab saya, sebentar-sebentar”

Ia lantas membuka tasnya.
Rupanya di tas.
Ia membawa beberapa kitab.
Ia membolak-balik beberapa kitab.

Seperti kitab yang biasa Ia bacakan pada saya.
Kitab-kitab itu pun penuh warna.
Sekali lagi, pertanda sering dibaca.
Bukan hanya dibaca tapi juga dipahami.

***

Tak lama kemudian, kami pun harus berpisah.
Saya menuju Melb U
Ia melangkah ke tempat kerjanya di Royal Melbourne Hospital.

Ia lantas berkata: “Nanti saya cari jawaban dari pertanyaan kamu yah….kapan-kapan kita ngobrol lagi, mudah-mudahan saya sudah punya jawabannya”
Saya pun pamit.

***
Di kelas “Rethinking Human Rights”, ada seorang dosen tamu.
Seorang aktivis HAM.

Kala itu, Ia mengkritisi tentang sebuah praktik yang lazim dilakukan umat Muslim di seluruh dunia.
Sebagai muslim, baru kali itu saya tahu bahwa praktik tersebut banyak dikritisi di Negara barat.
Diskusi di kelas berlangsung alot.

Sayang, sebagai muslim saya cuma bisa diam.
Karena saya benar-benar tidak tahu apa yang dikatakan Qur’an tentang praktik tersebut.



Ah, seandainya saja kitab saya pernah penuh dengan warna! :(



Saya lantas teringat perkataan Mba Zubeth semalam:

“Sebagai seorang muslim, sudah menjadi kewajiban kamu untuk menjadi knowledgeable, bukan Cuma menggantungkan diri kamu pada abah kamu, atau pada siapa pun yang kamu anggap knowledgeable akan Islam. Tapi kamu sendiri harus mencari tahu dan mempelajari Islam!”



Benar sekali mba Zubaidah Ningsih! :)







PS: Dear Mba Zubeth, kali ini, saya tidak akan menyapa dengan panggilan sayang “Zubo” :PpP~

No comments:

Post a Comment